Rabu, 23 Juli 2014

PMII JEPARA BUBER DAN RAMAH TAMAH DI RUMAH BAPAK IR. SOLIH SEKDA JEPARA


Buka Bersama Dan Ramah Tamah 
Jepara, Mahasiswa unisnu Jepara yang tergabung di organisasio Pergerakan Mahsiswa islam indonesia (PMII) cabang Jepara mengadakan agenda buber dan ramah tamah 23/07/2014 di rumah bapak ir, solih selaku sekertaris daerah kabupaten jepara kegiatan tersebut di ikuti oleh perwakilan kader PMII berjumlah 30 han mahsiswa, dalam pertemuan tersebut di pimpin langsung oleh sekertaris umum nsahabt rosdiyanto, dan di lanjutkan tahlil sahabt gofur dari rayon syariah 

Pada kesempatn tersebut ketua umum pmii cabng jepara menyampaikana tremikasih atas open haus yang di lakukan oleh sekda jepara terkait silaturrokhim kami dalam rangka buber dan  ramah tamah terkait kabupaten jepara yang tentunya pada kesempat ini kami ingin berdialog langsung dengan bapak terkait kewbijakan atau informasi daerah di l;ingkungan kami. dan semuga pertemuan ini menjadi satu harap besar untuk kemajuan jepara 

Dalam sambutanya beliau menyampaikan selamt datang dan trimakasih mau buka bersama di tempat kami , dia juga menyampaikan pentingnya pendidikan untuk pemuda dan berharap teman-teman pmii bisa menjadi tauladan di kampus bagaiman sahabt-sahabt pmii sisi lain kuliah juga peka terhadap isu-isu daerah, dan berharap juga sebagai koco bengolo pemda jepara dalam rangka bersama-sama memajukan jepara, saran dan masukan untuk jepara sangat kami harapkan demi kemajuan jepara. 

Eko prasetio menyampaikan persoaln  terkait dengan  dengan pembuat ektp yang lama cetaknya, plat nomor kendaran , gaji pegawai yang tidak adil, dan imam royani juga menyionggung terkait dengan pariwisata jepara tidajk hanya me4njadi rutinitas tapi juga harus menjdai aikon pariwisata sehingga bisa menarik wita luar daerah bahkan luar negeri .

Kamis, 17 Juli 2014

PEMBUKAAN RAKER FAKULTAS DAKWAH

RAPAT KERJA (RAKER) RAYON PMII FAKULTAS DAKWAH UNISNU JEPARA 

pembukaan raker rayon fak.dakwah
Jepara, Pmii rayon fakultas dakwah unsnu Jepara melaksanakan rapat kerja (RAKER) di desa jerok wangi kecamatan bangsri kabupaten jepara 5/7/2014 tepatnya hari minggu raker tersebut di ikuti oleh pengurus rayon yang baru dan di hadiri oleh tamu undangan dari rayon saind tek, ekonomi, syariah, tarbiyah. 

Endrik ketua rayon yang baru menegaskan bahwa raker kalinin sangat penting untuk membawa fakultas dakwah kedepan untuk lebih baik dan maju, tentunya harus di tumpang dengan semangat baru sahabt-sahabt pengurus dan tidak perlu mengeluh atau surut semangat berada di fakultas dakwah karna fakultas dakwah lebih luas jangkoanya dalam aspek di lapangan. 

Fakultas dakwah harus bisa memberi pencerahan yang lebih frees di tengah-tengah masyarakat yang sangat menunggu hal yang baru tentang konsep-konsep dakwah yang bisa menggugah semangat uamt islam sehingga harapan kedepan fakultas dakwah ini mwenjadi fakultas yang di cari oleh masyarakat. imbuhnya dari bapak maswan selaku tuan rumah yang memfasilitasi kegiatan tersebut. 

Semnagat dan dinyat harus di tananm dari diri dan jiwa sahabt-sahabt pengurus yang baru sehnigga program -progam yang di hasilkan bisa maksimal dan di laksanakan satu tahun kedepan membawa fakultas dakwah lebih maju dan semakin semangat. tentunya sesuai dengan fakultas dan tujuan fisi dan misi kedepan. apapun yang terjadi di internal maupun eksternal ini menjadi amanh bersama dan harus di musyawarohkan dan di komunikasikan dengan baik sehingga ada satu kepercayaan yang utuh atara pengurus dengan kader. kemudian akan terbentuk gerakan yang masip terarah dan terukur kedepan. cita-cita untuik memajukan fakultas dakwah akan terwujud dari ide dan gagasan sahabt-sahabti semua yang tergabung dalam fakultas dakwah. 

Diskusi dan pelatihan-pelatihan keahlihan sangat pentung untuk menunjang ilmu pengatuhan dalam proses mempertajam intlektual dan memperkuat ideologi gerakan. mahasiswa harus berani menjadi garda terdepan dalam berbagai aspek persoalan baik di kampus, masyarakat, lingkungan, agama, jangan mpenjadi penyakit yang berada di tengah-tengah masyarakat yang hanya akan menjadi kekecewaan, inilah fungsi sahabt-sahabt kuliah harus bisa menjawab berbagai persoalan itu dan berperan aktif dalam membangun pola pikir masyarakt menjadi maju dan lebih baik.  maka kesemapatan yang baik ini kami dari pc.pmii jepar berharap tumbuhkanlah kembali semangat kami angkat 2007 yang bisa menguasai di semua linih gerakan di kampus sehingga fakultas dakwah menjadi top lider yang tak di ragukan lagi sahab-dan sahabti pasti bisa. sambuta ketua umum pc>pmii jepara sahabt syaifur rohim

Senin, 14 Juli 2014

PMII JEPARA ASKI SOLIDARITAS KEMANUSIAN PALESTINA

PMII Jepara Aksi solidaritas kemanusiaan

Apa yang dilancarkan Israel ke Palestina adalah bentuk pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.

JEPARA, Invasi dan kekerasan yang dilancarkan Israel ke Pelestina mendapatkan reaksi keras dari berbagai negara. Di Kabupaten Jepara, aksi simpati terhadap warga Palestina ditunjukan berbagai elemen masyarakat. Mulai dari aksi teatrikal hingga menggalang dana bagi korban warga Palestina.

Aksi di mulai dari kantor PC.PMII Jepara, tugu kartini, dan halaman Kantor Bupati Jepara, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jepara menggelar aksi teatrikal dan penggalangan dana. Ketua PMII Jepara Saifur Rohim menyampaikan, kekerasan apapun atas kemanusian adalah tindakan terkutuk. Selain itu, apa yang dilancarkan Israel ke Palestina adalah bentuk pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.

"Oleh sebab itu, kami mengutuk keras atas penyerbuan dan kekejaman tentara Israel terhadap warga Palestina karena telah melanggar hak-hak asasi manusia," seru Saifur, Senin (14/7/2014).

Lebih lanjut Saifur menegaskan, melalui Pemerintah Kabupaten Jepara, Pemerintah RI bersama PBB didorong untuk turut serta berperan aktif menciptakan ketertiban dan perdamaian di Palestina.

"Kepada seluruh elemen masyarakat Jepara, mari bersama-sama mendo'akan serta melakukan penggalangan dana sebagai bentuk solidaritas," ajak Saifur.

"Kemudian pemerintah harus mendukung Palestina sebagai negara merdeka," pungkas Saifur.

Kamis, 10 Juli 2014

PENILAIAN PENGURUS BESAR PMII OLEH KETUA UMUM PC.PMII JEPARA

PENILAIAN PENGURUS BESAR PMII OLEH KETUA UMUM PC.PMII JEPARA DI JAMBI 

 Laporan pertanggung jawaban pengurus besar pergerakan mahasiswa islam indonesia (PB.PMII) pada saat kongres di jambi yang di ikuti oleh 245 cabang dan pkc. pmii se-indonesia pengurus besar dalam melakukan laporan pertanggung jawaban di hadiri oleh 50 % pengurus. 
Dalam kesempatan tersebut semua perwakilan cabang menyampaikan penilaian dan harapan kedepan untuk pmii yang sangat pariatif dan berbeda-beda dalam menilai dan harapan pmii kedepan pada kesempatan itu di seluruh kader-kader pmii yang terpilih untuk menyampaiakn sebagai perwakilan daerah atau propinsi dari ketua umum masing-masing. 

PMII cabang jepara yang di sampaikan langsung ketua umumnya sahabt syaifur rohim dia menegasankan bahwa pb.pmii adalah organisasi tertinggi di tingakt pmii seharusnya mencadi contoh yang baik bagi kadernya. bahwa kemoloran pb. merupakan suatu kemunduran organisasi karena pmii sebgai organisasi pengkaderan bukan lsm yag bisa molor semaunya sendiri . dia juga menambahkan jika dua tahun tidak cukup maka hal tersebut harus harus di atur dalam adart pmii dan di putuskan dalam kongres kali ini bukan tampa alasan yang jelas untuik kemoloran. 

PMII adalah organisasi setrukural yang jelas harus bisa berjalan mulai pb.pmii sampai cabang dan komunikasai yang baik bukan terkotak-kotakn oleh cabang pengusung dalam pemilihan ketua umum pb.pmii dalam kongres. ini akan mengkerdilkan pmii karna masih ada sekat di antara kita tidak punya kebersamaan yang jelas. berbicara kebangsaan pmii harus bisa menjadi garda terdepan dalam menannggapi isu-isu nasional maupun internasional tidak terdiam tamp[a arah dan gerakan yang jelas terkait kemajuan bangsa. 

Kita dari cabang terplosok pulao jawa sangat berharap kepada pb.pmii kedepan bisa bersikap bijaksana dalam berbagai macam hal demi orang-orang tertindas. intruksi secara menyeluruh kepada seluruh cabang dalam isu-isu internasional. dan berani menyatakan sikap terkait kebijakan negara yang tidak memimhak pada rakyat. mengembalikan gerakan mahasiswa sebagai garda terdepan perubahan bangsa ini  bukan menjadi penyakit masyarakat pmii harus bangkit mulai kongres ini dengan rekomendasi yang jelas alur gerakan pmii. 

Kita dari pmii cabang jepara dalam hal penilaian pengurus besar perlu kami sampaiakn bahwa apapun yang di lakukan pb.pmii tiga tahun ini adalah perjuamnagan yang mulia karna msih mampu membuat kongres pmii dan reorganisasi kami tetapmembewrikan penghargaan bagi pb.pmii dengan ini kami yatakan menerima tampa sarat. trimakasih wallahu muafiq ila atwamitoriq wassalamualaikum wr.wb. salam pergerakan hidup mahasiswa ,  

Rabu, 09 Juli 2014

Mahbub Junaidi pendiri pmii , Sang Pendekar Pena

Mahbub Junaidi, Sang Pendekar Pena

    Pak Djamal, Tokoh Film Nasional
    Srikandi Pejuang NU
    Aisyah Dahlan, Pejuang NU dari Minang
    Berbekal Ilmu Kanuragan, Terapkan Kedisiplinan di Tebuireng

Meskipun bukan kelahiran Solo, namun di Kota Bengawan inilah awal bakatnya di dunia tulis menulis mulai tampak. Ia memulai karier menulisnya ketika Ia duduk di bangku Sekolah, sebagai Redaktur majalah Sekolah Dasar di Solo.

Mahbub Junaidi, Sosok kelahiran Jakarta 27 juli 1933 ini memang begitu gemar menulis, bahkan ia pernah ber-statement, “Saya akan menulis dan terus menulis hingga saya tak mampu lagi menulis.”

Ia adalah anak pertama dari 13 Saudara kandungnya. Ayahandanya  H. Djunaidi  adalah tokoh NU dan pernah jadi anggota DPR hasil Pemilu 1955. Keluarganya harus mengungsi ke Solo karena kondisi yang belum aman pada saat awal kemerdekaan. Di Solo, ia menempuh pendidikan di Madrasah Mambaul Ulum. Di tempat itu Mahbub diperkenalkan tulisan-tulisan Mark Twain, Karl May, Sutan Takdir Alisjahbana, dan lain-lain. “Masa-masa itulah yang sangat mempengaruhi perkembangan hidup saya,” cerita Mahbub.

Saat Belanda menduduki Solo tahun 1948, Mahbub Junaidi dan keluarganya kembali ke Jakarta.  Di Jakarta ia kemudian melanjutkan pendidikannya, masuk ke SMA Budi Utomo. Di sekolah barunya bakat menulis yang dimilikinya semakin terasah. Ia sering menulis sajak, cerpen, dan esei. Tulisan-tulisannya banyak dimuat majalah Siasat, Mimbar Indonesia, Kisah, Roman dan Star Weekly. Bakatnya ini terus berlanjut hingga ia menjadi mahasiswa, organisatoris, kolumnis, sastrawan, jurnalis, agawaman, poltisi dan sebagainya. Ya, selain sebagai seorang penulis, sosok yang satu ini juga dikenal sebagai tokoh yang multitalenta.

Dalam hal tulis-menulis Mahbub temasuk sangat piawai pada masanya, misalnya beliau yang menerjemahkan buku 100 tokoh yang berpengaruh di dunia karangan Michael H. Hart. Pun, dalam menulis kolom, Mahbub sangat terkenal dengan bahasa satire dan bahasanya yang humoris. Bahkan, Bung Karno samapai terkesan dengan tulisan beliau, karena Mahbub mengatakan Pancasila lebih agung dari Declaration of Independence, sehingga Bung Karno sempat mengundang Mahbub ke Istana Bogor, dari situlah Mahbub Junaidi menjadi sangat dekat dengan Bung Karno, dan Mahbub sangat kagum dengan “sang penyambung lidah rakyat tersebut.”

Ajaran Bung Karno, memang cukup mempengaruhi nasionalisme Mahbub. Pada sebuah pertemuan wartawan di Vietnam, Mahbub menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi kendati ia cukup fasih berbahasa Inggris atau Prancis. Inilah sikap nasionalismenya. “Bahasa Prancis bukan bahasa elu, dan bahasa Inggris juga bukan bukan bahasa gua.

Salah satu ciri dari tulisan Mahbub adalah kepandaiannya dalam memasukkan unsur humor. Humor adalah cara dari Mahbub untuk mengajak seseorang masuk kedalam suatu masalah, karena salah satu kebiasaan dari orang Indonesia adalah suka tertawa, maka untuk mengkritik dengan cara yang enak adalah lewat humor. Sebagaimana yang pernah dikatakan Gus Dur, “dengan humor kita dapat sejenak melupakan kesulitan hidup.”

Sebagai kolumnis, tulisan Ketua Umum PB PMII Tiga Periode Ini kerap dimuat harian Kompas, Sinar Harapan, Pikiran Rakyat, Pelita, dan TEMPO. Kritik sosial yang tajam tanpa kehilangan humor adalah ciri khas tulisan Sang Pendekar Pena ini. Akibat tulisannya yang tajam, Ia pernah ditahan selama satu tahun di tahun 1978. Jeruji besi dan gelapnya penjara tak menghambat nalar menulisnya di dalam penjara ia menerjemahkan Road to Ramadhan, karya Heikal, dan menulis sebuah novel Maka Lakulah Sebuah Hotel. Jaya pada tahun 1975.

 Ketua PMII Tiga Periode

Dalam kariernya sebagai aktivis mahasiswa, Mahbub Junaidi bersama sahabat-sahabatnya membentuk Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) pada 17 April 1960, dan pada saat itu juga Mahbub Junaidi terilih sebagai ketua umum. Jabatannya sebagai Ketua Umum PP.PMII diembannya selama tiga periode, yaitu periode 1960–1961, hasil Musyawarah Mahasiswa Nahdliyin pada saat PMII pertama kali didirikan di Surabaya Jawa Timur. Periode 1961-1963, Hasil Kongres I PMII di Tawangmangu Jawa Barat. Dan Periode 1963-1967, hasil Kongres PMII II di Kaliurang Yogjakarta.

Pada masa kepemimpinan sahabat Mahbub Junaidi inilah PMII secara politis menjadi sangat populer di dunia kemahasiswaan dan kepemudaan, sampai pada periode pertama sahabat Zamroni. Pernah ketika itu, sebagai ketua umum PMII dirinya menunjukkan tajinya, saat HMI hendak di bubarkan oleh Bung Karno, dikarenakan tokoh-tokoh Masyumi terlibat dalam pemberontakan PRRI PERMESTA di Sumatera Barat, Mahbub yang menjabat sebagai ketua PMII langsung berangkat ke Istana Bogor unuk berdialog langsung dengan Bung Karno, dan pemintaan Mahbub sangat tegas, yaitu “HMI jangan di bubarkan.” Dan akhirnya tuntutannya itu terkabul.

Saat menjadi aktivis mahasiswa, Mahbub juga ahli dalam membuat lagu, mars PMII dan mars Gerakan Pemuda Ansor juga ciptaan dari Mahbub Junaidi. Dari kariernya sebagai ketua umum PB PMII, membuat kaiernya melesat ke Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Sebagai jurnalis, penulis dan sastrawan, Mahbub telah meraih prestasi yang sangat baik. Tulisanya sebagai Pemred Duta Masyarakat telah menunjukkan benang merah dari gagasan dan pikirannya mengenai berbagai masalah yang dihadapi bangsa kita. Perjalanan panjang dalm organisasi di lingkungan NU dapat menjadi bukti dari pengabdiannya kepada masyarakat.

Kiprahnya sebagai Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dapat dari petunjuk dari pengabdiannya dalam mengembangkan kehidupan pers nasional. Tulisannya sebagai sastrawan telah menununjukkan keragaman kemampuan yang dimilikinya dengan meraih penghargaan sastra tingkat nasional. Kolom “Asal Usul” yang dimuat secara tetap di tiap hari minggu harian Kompas selama jangka waktu yang cukup lama menunjukkan kemampuan Mahbub dalam menulis dan daya pikat tulisannya terhadap masyarakat. Gaya tulisannya sekarang banyak ditiru oleh penulis Indonesia.

Mahbub Djunaidi adalah tokoh nasional yang bersahaja, seorang jenius yang berkarakter mengamati perkembangan hidup melalui tulisan-tulisannya, penggerak organisasi dan seniman politik yang dimiliki oleh NU dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Sementara Mahbub Djunaidi meninggal dunia pada tahun 1995 di usia 62 tahun, usia yang masih cukup untuk beraktivitas dan berjuang. Mashudi Umar. (Ajie Najmuddin/disarikan dari berbagai sumber)

Sabtu, 05 Juli 2014

MENEJEMEN AKSI

MENEJEMEN AKSI 
 1.    Pra-aksi
Sebelum aksi, hal-hal yang perlu dilakukan adalah penyiapan baik secara substansi maupun secara teknis.
2. Substansi:
a. Target aksi:
Kampanye massa. Untuk kampanye (propaganda), bisa dengan rally damai keliling kota, dan tidak perlu menetapkan sasaran aksi (misalnya kantor-kantor pemerintah). Sasaran kampanye adalah ke basis-basis massa. Tetapi untuk meraih opini publik, jangan lupa mengontak pers. Jika massa tidak mencukupi untuk rally, mungkin cukup aksi statis dengan orasi dan bagi-bagi selebaran. Penentuan titik aksi mesti melihat konsentrasi massa rakyat.
Mengajukan tuntutan. Aksi kayak gini biasanya berkaitan dengan tuntutan ekonomis (sektoral) atau politis, atau mungkin campuran. Buruh misalnya menuntut pembatalan PHK sepihak, kenaikan upah, uang lembur dll. Petani menuntut sertifikasi tanah garapan, menuntut kenaikan bea impor beras, pengembalian dana cengkeh, dll. Mahasiswa menuntut SPP tidak dinaikkan, menolak pemecatan kawan mahasiswa, dll. Sasaran aksi: pabrik, Disnaker, P4P, P4D, Depnaker, Balaikota, Gubernuran, DPR, DPRD, kepolisian, kejaksaan, rektorat, dll.
Bentuk aksi bisa dilakukan untuk kampanye ke massa rakyat lain.
Bentrok. Aksi bentrok bertujuan meradikalisasi massa dan menaikkan opini ke publik. Aksi bentrok bisa menetapkan sasaran aksi, tetapi biasanya tidak penting apakah bisa nyampe ke sasaran atau nggak, karena biasanya tuntutan yang kelewat politis, sehingga diblokade aparat jauh dari sasaran aksi. Yang penting adalah tuntutan kita terkover oleh media dan menunjukkan ke masyarakat watak otoriter pemerintah (meskipun mengaku demokratis, reformis, populis, dsb).
b. Isu yang diangkat
Teknis aksi yang harus diperhatikan:
a.    Penentuan rute aksi
Rute aksi harus benar-benar diperhitungkan untuk bisa menyapu massa di luar garapan kita, atau istilahnya titik-titik api revolusioner dan jalur-jalur insureksi.
b. Penyusunan perangkat aksi
Susunan perangkat aksi secara lengkap adalah:
Koordinator lapangan (korlap)/Komandan lapangan (danlap).
Korlap bertanggung jawab penuh dan berwenang untuk menentukan keseluruhan aksi. Keputusan Korlap harus dipatuhi tanpa protes (sentralisme otoriter), adapun kritik baru bisa diajukan dalam evaluasi pasca-aksi. Jika aksi adalah aksi gabungan, danlap fungsinya hanya koordinator. Keputusan ditentukan berdasarkan kesepakatan simpul-simpul organ di lapangan. (Sewaktu diskusi bersama simpul-simpul organ, kepemimpinan aksi diambil alih oleh wakil danlap.) Korlap bisa berorasi, tapi untuk orasi harus ada tim sendiri.
 Wakil Korlap (wakorlap). Fungsinya menggantikan Korlap jika berhalangan atau jika Korlap tertangkap.
Simpul organ atau simpul massa Biasanya jika aksi gabungan. Simpul organ mengambil keputusan berdasarkan kesepakatan massa.
Tim orator (propagandis). Tim ini fungsinya mempropagandakan isu ke massa-massa rakyat.
Aksi.
Tim agitator. Fungsinya menyemangati massa aksi dengan meneriakkan yelyel dan menyanyikan lagu-lagu perjuangan.
Tim keamanan. Berfungsi menjaga barisan tetap solid, mencegah masuknya intel ke dalam barisan dan mencegah provokasi dari massa jika aksi damai.
Tim sweeper. Berfungsi membuka jalan, menahan arus lalu-lintas dan mengecek situasi di jalur-jalur yang akan dilalui aksi.
Tim negosiasi. Fungsinya melakukan negosiasi dengan pihak sasaran aksi (jika menuntut sesuatu) dan negosiasi dengan aparat keamanan yang memblokir jalan.
Tim logistik. Harus menjaga keselamatan barang-barang logistik supaya tidak tertinggal atau dirampas aparat.
Tim medis. Bertanggung jawab penuh jika terjadi bentrokan dan luka-luka, siap pula de
Tim evakuasi. Mempersiapkan jalur-jalur evakuasi jika aksi direpresi dan memastikan
jalur-jalur tersebut bersih dari intel dan aparat.
Tim humas. Fungsinya melobi pers dan melakukan konferensi pers.
Tim dokumentasi. Fungsinya mendokumentasikan aksi (foto atau video) dan mencatat kronologi aksi dari menit ke menit. Posisi-posisi di atas bisa fleksibel (bisa saling merangkap atau ada yang ditiadakan), tetapi jika massa aksi lumayan besar alangkah baiknya posisi tersebut diisi semua.
b.    Penyiapan logistic
Logistik yang perlu disiapkan:
Spanduk. Spanduk berisi tuntutan utama, ditulis ringkas dan langsung ke pokok persoalan. Spanduk utama di depan, spanduk lainnya bisa di samping. Di bawahnya dituliskan nama organ aksi (ukuran kecil).
Pengeras suara. Jumlahnya minimal satu (jika massa aksi kurang dari 100 orang), untuk massa yang besar diperlukan pengeras suara yang banyak untuk mengatur massa aksi dan untuk orasi ke massa rakyat.
Poster-poster. Akan lebih baik jika poster diberi gagang kayu sehingga lebih mudah membawanya (sekaligus bisa untuk senjata jika aksi bentrok). Poster dibuat sebanyak-banyaknya supaya banyak tuntutan bisa termuat.
Selebaran dan pernyataan sikap. Untuk ke massa rakyat dan pers supaya disiapkan selebaran dalam jumlah yang cukup. Di samping itu untuk pers bisa pula ada pernyataan sikap yang khusus, isinya lebih banyak daripada selebaran (isi dibuat sederhana).
Bendera. Bendera utama cukup satu di depan. Jika aksi gabungan, setiap organ boleh bawa benderanya sendiri-sendiri.
Umbul-umbul. Nama organ di spanduk biasanya kurang terbaca, untuk itu bisa memakai umbul-umbul.
Ikat kepala. Jika dana tidak memadai, ikat kepala bertuliskan nama organ aksi pun sudah cukup.
Tali rafia. Untuk aksi damai, supaya massa tidak terlalu cair bisa digunakan tali rafia. Tetapi lebih baik memakai barikade pagar betis.
Obat-obatan. Untuk P3K.
Alat komunikasi. Handphone cukup vital dalam aksi jika ada kejadian darurat.
Alat-alat pemukul. Bisa menyiapkan tongkat khusus (sebaiknya disembunyikan, dibawa oleh tim logistik dan baru dibagikan sewaktu siap bentrok). Bisa pula disamarkan dalam bentuk gagang poster, bendera dan umbul-umbul.
Batu-batu. Di lokasi bentrok, biasanya banyak terdapat batu-batuan. Tim logistik supaya mengatur posisi batu-batuan agar mudah dipungut oleh massa ketika bentrokan terjadi. Jika perlu batu-batuan sengaja dibawa ke lokasi aksi.
Bom molotov. Karena sangat riskan, sebaiknya disembunyikan baik-baik dan hanya dikeluarkan ketika ada komando. Untuk melempar molotov, supaya ada tim khusus yang memang sudah mahir dalam melempar (tidak mencelakakan diri atau sesama massa aksi).
Kamera. Untuk dokumentasi aksi. Alat tulis dan arloji. Untuk mencatat kronologi aksi (prioritas HUMAS).
Koordinasi
Harus dipastikan bahwa semua perlengkapan siap dan pemberitahuan ke massa aksi pun sudah dilakukan dengan baik. Untuk itu sebaiknya ditetapkan sentral informasi yang sifatnya rahasia, hanya boleh diketahui oleh internal. Selain itu ditetapkan pula titik pertemuan akhir untuk evaluasi dan tempat koordinasi pasca-aksi, terutama jika terjadi bentrokan
e. Absensi
Wajib hukumnya, selain untuk mengetahui kekuatan massa, agar memudah pengontrolan apabila dalam keadaan refresip sekalipun, dan kita akan bisa melihat sejauh mana massa ikut melakukan kerja-kerja revolusioner tersebut ketika pemberangkatan, selama aksi, briefing dan pasca aksi.
Orasi-orasi pembukaan
Di isi oleh kolap/ propagandis orasi tentang tuuntutan /menyosialisasikan tuntutan2/lagu2 perjuangan untuk menambah semangat peserta aksi.

3. Bergerak
Waktu bergerak kolaplah yang ngasih komando/instruksi ke peserta aksi bahwa aksi siap di mulai atau di berangkatkan. Dalam perjalanan tim agitprop harus bisa memberi semangat terhadap peserta aksi melalui(Lagu-lagu yel-yel), tim sweeper yang harus sering memberi informasi langsung ke korlap karena tim ini yang mengetahui dulu bagaimana keadaan di depan atau rute aksi yang akan di lewati, keamanan mengontrol, mengawasi barisan biar nggak cair dan mengawasi intel/massa cair masuk barisan yang ingin memprovokasi (tegur jika melakukan provokasi), jika diblokade aparat, jika terjadi provokasi, negosiasi, menjaga semangat massa, bentrok, dan pasca-aksi.
4. Absensi dan Evaluasi
Korlap mengecek seluruh massa aksi melalui tim lapangan untuk memeriksa kelengkapan massa aksinya. Kemudian memimpin jalannya evaluasi demi laporan pertanggung jawabannya dan mengevaluasi seluruh kejadian lapangan apakah aksi berjalan seperti rencana dalam kesepakatan.

PMII JEPARA TARLING DAN BUKA BERSAMA DI DESA BALONG

PMII JEPARA TARLING DAN BUKA BERSAMA DI DESA BALONG 

 Jepara, Pengurus cabang pergerakan mahasiswa islam indonesia pmii cabang jepara mengadakan buka bersama dan tarwih keliling di desa balong kembang jepara 5/7/2014 buka bersama di rumah sahabat eko (pikolo) yang di ikuti oleh 25 orang anggota dan kader dari perwakilan rayon dan badan semi otonom pmii jepara.

Kegiatan tersebut untuk mendekatkan diri dan terjun langsung bersama masyarakat dalam hal menata mental agar mahasiswa terbiasa berperan di masyarakat yang berbeda-beda pandangannya terkait islam. pada saat tarling ada beberapa hal budaya dan tradisi islam bagaimana semngat romandaon warga balong dalam menjalankan sholat trawih dan nu di sana sangat berkembang bahkan kata ketua syuriah nu bapak baidlowi banyak orang yang mengaku -ngaku nuagar bisa kum pul bareng dan syiar agam sangat pesat di sana khususnya islam. semangat anak-anak ipnu ippnu disana juga luar biasa bagaimana kegiatan kami setelah traling nonton bareng bersama adik-adik ipnu ippnu ranting desa balong dengan pemutaran flm sang kiyai . di halaman mts balong.

iniadal;ah kegiatan yang pertama di bulan romandlon yaitu tarling di desa balong masih ada tigga desa yang belum kami singgahi bersama-sama sahabat/i pmii untuk kegiatan tarling selanjutnya. ada bebearap kegiatan yang kami buat. yaitu buka bersama tarling dan silaturrokhim ke birokat , khataman al-qur'an , dan yang terakhir khalal bil halal kerumah alumni dan dosen unisnu jepara bersama-sama kader dan anggota pmii se-jepara.

Rabu, 02 Juli 2014

ASWAJA DALAM MATERI PMII

ASWAJA, NILAI-NILAI DASAR PERGERAKAN DAN KEISLAMAN
AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH -“ASWAJA”-
 

A. HISTORISITAS ASWAJA

1.  Aswaja dalam Geo-sospol (Genealogi Sosial Politik) Global
Perjalanan Aswaja dalam kurun waktu sejarah peradaban masyarakat Muslim tidak selamanya mulus. Meskipun dirinya hadir sebagai pemahaman ke-Islam-an yang dianggap paling sesuai dengan ajaran dan tuntunan Nabi serta para sahabat.
Secara singkat, kita akan melihatnya dalam tabel berikut;
No Masa Periode Momen Sejarah

01 SADRUL ISLAM Rasulullah Awal munculnya Islam.
Diturunkannya al-Qur’an. Nabi Peletak fondasi Aswaja (maana wa as habi) hadis sekaligus cerminan Aswaja untuk kali pertama.

Abu Bakar
Di dalam wilayah kekuasaannya, Abu Bakar berhasil menyatukan umat Islam, setelah menumpas gerakan Nabi palsu dan kaum murtad. Dalam hubungan ke luar, penyerangan terhadap basis-basis penting Romawi dan Persia dimulai.

Umar Bin Khattab
Tata Pemerintahan di Madinah dibakukan berdasarkan asas syura - Persia berhasil ditaklukkan - Romawi diusir dari tanah arab - terjadi pengkotakan antara Arab dan non-Arab - wilayah Islam mencapai Cina dan Afrika Utara.

Utsman bin Affan
Al-quran dikodifikasi dalam mushaf Utsmani - embrio perpecahan mulai tampak - pemerintahan labil karena gejolak politik dan isu KKN - Armada maritim dibangun

Ali bin Abi Thalib
Perang Jamal - Pemberontakan Mua’wiyah - arbitrase Shiffin memecah belah umat menjadi tiga kelompok besar: Syi’ah, Khawarij, Murjiah - Abdullah bin Umar mengkonsolidir gerakan awal Aswaja yang tidak memihak kepada pihak manapun dan lebih memusatkan perhatian pada penyelamatan sunnah - Akhir dari sistem Syura.

02 Kemajuan Islam Bani Umayyah
Meneruskan Kekhalifahan sebagai lembaga politik. Abdullah bin Umar berkoalisi dengan penguasa bani umayah. Kembalinya pemerintahan klan atau dinasti - Islam mencapai Andalusia dan Asia tengah - madzhab-madzhab teologis bermunculan; terutama Qadariyah, Jabariyah, Murjiah moderat, Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah - Aswaja belum terkonsep secara baku (Abu Hanifah: sebagai pendiri teologi Asy’ariyah). Embrio munculnya mazhab-mazhab.
Bani Abbasiyah
Mu’tazilah menjadi ideology Negara - Mihnah dilancarkan terhadap beberapa Imam Aswaja, termasuk Ahmad bin Hanbal - Fiqih dan Ushul Fiqih Aswaja disistematisasi oleh al-Syafi’ie, teologi oleh al-Asy’ari dan al-Maturidi, Sufi oleh al-Junaid dan Al-Ghazali - Terjadi pertarungan antara doktrin aswaja dengan kalangan filosof dan tasawuf falsafi - Kemajuan ilmu pengetahuan sebagai wujud dari dialektika pemikiran – pembakuan mazhab-mazhab oleh para pengikutnya-Perang salib dimulai - Kehancuaran Baghdad oleh Mongol menjadi awal menyebarnya umat beraliran Aswaja sampai ke wilayah Nusantara.
Umayyah Spanyol
Aswaja menjadi madzhab dominan - kemajuan ilmu pengetahuan menjadi awal kebangkitan Eropa - Aswaja berdialektika dengan filsafat dalam pemikiran Ibnu Rusyd dan Ibnu ‘Arabi. Aswaja Runtuh spanyol ikut Eropa

03.Kemunduran Islam Turki Utsmani
Aswaja menjadi ideology negara dan sudah dianggap mapan - kesinambungan pemikiran hanya terbatas pada syarah dan hasyiyah terhadap mazhab yang dipegangi pengikutnya – ilmu keIslaman mengkrcut menjadi 3 yaitu fiqih, teologi, tasawuf- sedangkan yang lainya hanya penopang seperti, ilmu bahasa, hadits & ulum alqur’an. Romawi berhasil diruntuhkan - perang salib berakhir dengan kemenangan umat Islam - kekuatan Syi’ah (Safawi) berhasil dilumpuhkan - Mughal berdiri kokoh di India.
Kolonialisme Eropa
Masuknya paham sekularisme - pusat peradaban mulai berpindah ke Eropa - Aswaja menjadi basis perlawanan terhadap imperialisme - kekuatan-kekuatan umat Islam kembali terkonsolidir.

04.Kebangkitan
Islam Akhir Turki Utsmani
Lahirnya Turki muda yang membawa misi restrukturisasi dan reinterpretasi Aswaja - gerakan Wahabi lahir di Arabia - kekuatan Syi’ah terkonsolidir di Afrika utara – Gagasan pan-Islamisme dicetuskan oleh al-Afghani - Abduh memperkenalkan neo-Mu’tazilah – al-Ikhwan al-Muslimun muncul di Mesir sebagai perlawanan terhadap Barat - Berakhirnya sistem kekhalifahan dan digantikan oleh nasionalisme (nation-state) - Aswaja tidak lagi menjadi ideology Negara.
Pasca PD II Aswaja sebagai madzhab ke-Islam-an paling dominan - diikuti usaha-usaha kontekstualisasi aswaja di negara-negara Muslim - lahirnya negara Muslim Pakistan yang berhaluan aswaja - kekuatan Syi’ah menguasai Iran - lahirnya OKI namun hanya bersifat simbolik belaka.
Catatan ringan :
Sebagaimana dicatat oleh para sejarawan muslim paling awal, bahwa terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan pada tahun 35 H, yang kemudian diikuti dengan pengangkatan Ali bin Abi Thalib oleh mayoritas kaum muslimin, ternyata menimbulkan protes keras dari Mu’awiyah Ibn Abu Sufyan, salah seorang gubernur Damaskus yang terhitung masih kerabat Utsman. Protes kedua dilancarkan oleh “trio”, Aisyah, Thalhah dan Zubair. Mereka menuduh Ali adalah orang yang paling bertanggungjawab atas tumpahnya darah Ustman. Gerakan oposisi dua kelompok di atas pada gilirannya pecah menjadi perang terbuka. Yang pertama pecah dalam perang siffin, sedangkan yang kedua meledak dalam perang jamal.
Dalam perang siffin, pasukan Mu’awiyah dalam kondisi terjepit. Dan, guna menghindarkan diri dari kekalahan, mereka lantas mengajukan usulan agar pertempuran dihentikan dan diselesaikan melalui jalur arbitrase (perundingan). Strategi ini ternyata sangat menguntungkan posisi Mu’awiyah dan cukup efektif untuk memecah konsentrasi pasukan Ali. Terbukti pasukan Ali kemudian terbagi menjadi dua kelompok, disatu pihak setuju untuk menerima arbitrase (Syiah), sementara dipihak lainnya menolak dan menginginkan agar pertempuran dilanjutkan sampai diketahui yang menang dan yang kalah (Khawarij). Apalagi ketika diketahui bahwa dalam arbitrase pihak Ali yang diwakili oleh Abu Musa Al-’Asy’ari secara “politis” kalah dalam berdiplomasi melawan kubu Mu’awiyah yang diwakili oleh Amru bin ‘Ash, semakin mengeraskan tekad kelompok yang kontra perundingan untuk keluar dari barisan Ali.
Berdasarkan deskripsi historis tersebut dalam periode ini telah muncul partai; Ali (Syiah), Mu’awiyah dan Khawarij. Munculnya sekte-sekte keagamaan yang lebih bernuansa politis tersebut, akhirnya melahirkan trauma yang mendalam bagi sebagian umat Muslim. Sikap trauma tersebut kemudian menjurus pada kenetralan, khususnya bagi warga Madinah-yang dipelopori Abdullah bin Umar. Mereka mendalami al-qur’an dan memperhatikan serta mempertahankan tradisi (al-Sunnah) penduduk madinah. Sehingga dalam hal ijtihad agama kaum netralis ini bersatu dengan Syiah yang terkenal sangat hati-hati dalam menjaga Sunnah. Namun dalam hal politik kaum netralis melakukan oposisi diantara muawiyah dan syiah.
Namun kaum netralis ini ternyata dalam perjalannya bergabung dengan Umayyah, meskipun juga sering melakukan oposisi dengan rezim damaskus. Pada tahap inilah – proses penyatuan golongan al-jamah (pendukung muawiyah) dengan al-sunnah (netralis madinah) – yang kelak akan melahirkan golongan yang dinamakan Aswaja. Karena persoalan inilah sehingga syiah keluar dari kaum netralis sebagai komitmen mereka untuk tetep berpegang teguh terhadap Sunnah dan melakukan gerakan oposisi yang melakukan perlawanan terhadap rezim Damaskus dan menganggap oportunis terhadap kaum netralis.
Persoalan semakin kabur manakala mencari identitas aswaja itu melalui wilayah teologi. Dilihat dari aspek teologi paham aswaja dikonotasikan dengan Asy’ari dan Maturidi. Sedangkan teologi mu’tazilah dan yang lainnya dipandang sebagai di luar paham aswaja. Lebih jauh lagi, jika suatu identitas diukur berdasarkan sejauh mana konsistensi mereka dalam memegang sendi-sendi fiqhiyah, maka sulit sekali untuk mengatakan teologi mu’tazilah bukan teologi Aswaja. Mengapa? Tidak sulit untuk memberikan argumen bahwa kebanyakan tokoh mu’tazilah adalah pengikut setia dari salah satu mazhab fiqih, yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Semisal Abu Jabar yang dalam fiqhnya mengikuti Syafi’i. Data ini diperkuat lagi dengan fakta bahwa para penguasa Abbasiyah mayoritas saat itu juga mengikuti salah satu mazhab fiqh aswaja.
Asy’ari sendiri pada mulanya adalah kader mu’tazilah, karena kekecewaannya terhadap posisi mu’tazilah yang dianggap tidak relevan dengan perkembangan saat itu serta dipandang telah menjadi kelompok akademisi teolog yang mengasingkan diri dari tekanan dan ketegangan waktu, juga cenderung elitis. Pikiran-pikiran Yunani yang dipergunakan sudah meyimpang jauh dari agama masyarakat awam, sehingga sulit diterima masyarakat awam.
Ketegangan pemikiran atau lebih tepatnya dialektika pemikiran jelas tidak mungkin dihindari. Namun sejarah mencatat bahwa ketegangan yang lebih menjurus pada pertentangan justu terjadi antara ahlul hadis (dipelopori Hambali dilanjutkan oleh Ibnu Taimiyah selanjutnya oleh Abdul Wahab) dan ahli teolog (mu’tazilah, Asy’ariyah dan maturidiyah). Bertolak dari argumen ini ada kemungkinan bahwa paham aswaja teutama dalam lapangan teologi terjadi polarisasi. Di satu sisi mincul; pemikran yang cenderung rasionalis, seperti mu’tazilah. Namun pada saat yang sama muncul pemikiran yang ingin menyapu bersih kecendrungan rasionalistik. Kelompok kedua sering dikonotasikan dengan teologi Asy’ari. Apapun pertentangan yang muncul, kenyataan menunjukkan bahwa kelompok moderatlah yang lolos seleksi. Akhirnya kelompok rasional terpaksa minggir sebelum kemudian redup dan muncul lagi di era Muhammad Abduh (neo-mu’tazilah).
Kemudian teologi Asy’ari ini dikembangkan oleh filusuf sekaligus sufistik al-Ghazali yang cenderung kurang rasional dan tidak terlalu monolok terhadap hadis dengan sikapnya yang sufi yang cenderung menggunakan rasa dalam menyikapi dialektika keagamaan. Dan dari tangan hujjatul muslimin inilah paham-paham tersebut menyebar ke se antero dunia sampai sekarang.
Berdasarkan historis sederhana ini dapat tarik sebuah kesimpulan, bahwa secara garis besar pasca terjadinya perang siffin umat muslim terpecah sehingga masing-masing membuat madzhab yang pada akhirnya mazhab-mazhab ini dikembangkan, diformulasikan dan dibakukan oleh para kader madzhab. Dengan pembakuan-pembakuan tersebutlah, selanjutnya konsep Islam disandarkan. Adapun formulasi itu dibagi menjadi tiga yaitu teologi, fiqih dan tasawuf. Sedangkan ilmu-ilmu yang lain dianggap turunannya sehingga dalam wilayah metodologi selalu mengakar dan bisa dikembalikan kepada ketiga ilmu tersebut terutama pada teologi.

2. Aswaja dalam Sejarah Nusantara (Ke-Indonesia-an)
Ada kesinambungan antara alur GeoSosPol Aswaja dengan sejarah Islam di nusantara. Memang banyak perdebatan tentang awal kedatangan Islam di Indonesia, ada yang berpendapat abad ke-8, ke-11, dan ke-13 M. Namun yang pasti tonggak kehadiran Islam di Indonesia sangat tergantung kepada dua hal: pertama, Kesultanan Pasai di Aceh yang berdiri sekitar abad ke-13, dan kedua, Wali Sanga di Jawa yang mulai hadir pada akhir abad ke-15 bersamaan dengan runtuhnya Majapahit. Namun, dalam perkembangan Islam selanjutnya yang lebih berpengaruh adalah Wali Sanga yang dakwah Islamnya tidak hanya terbatas di wilayah Jawa saja tetapi menggurita ke seluruh pelosok nusantara. Yang penting untuk dicatat pula, semua sejarahwan sepakat bahwa Wali Sanga-lah yang dengan cukup brilian mengkontekskan Aswaja dengan kebudayaan masyarakat Indonesia sehingga lahirlah Aswaja yang khas Indonesia, yang sampai saat ini menjadi basis bagi golongan tradisionalis, termasuk PMII.
Sebagaimana termaktub dalam Qonun Asasi yang telah dirumuskan oleh Syaikh K.H. M. Hasyim Asy’ari berdasarkan seleksi beliau terhadap mazhab-mazhab yang telah diformulasikan pada zaman Abbasiyah. Yaitu; “Dalam ilmu aqidah/teologi mengikuti salah satu dari Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi. Dalam syari’ah/fiqh mengikuti salah satu Imam empat: Abu Hanifah, Malik bin Anas, Muhammad bin Idris Al-Syafi’i, dan Ahmad bin Hanbal. Dalam tashawuf/akhlaq mengikuti salah satu dua Imam: Junaid al-Baghdadi dan Abu Hamid al-Ghazali.”
No Periode Momen Sejarah

01.Islam awal Pra-Wali Sanga
Masyarakat Muslim bercorak maritim-pedagang berbasis di wilayah pesisir - mendapat hak istimewa dari kerajaan-kerajaan Hindu yang pengaruhnya semakin kecil - fleksibilitas politik - dakwah dilancarkan kepada para elit penguasa setempat.

02.Wali Sanga Konsolidasi kekuatan pedagang muslim membentuk konsorsium bersama membidani berdirinya kerajaan Demak dengan egalitarianisme Aswaja sebagai dasar Negara – mazhab fiqh mengkrucut syafi’i-sistem kasta secara bertahap dihapus - Islamisasi dengan media kebudayaan - Tercipta asimilasi dan pembauran Islam dengan budaya lokal bercorak Hindu-Budha - Usaha mengusir Portugis gagal.

03.Pasca-Walisanga – Kolonialisme Eropa
Penyatuan Jawa oleh Trenggana menyebabkan dikuasainya jalur laut Nusantara oleh Portugis, Kekuatan Islam masuk ke pedalaman, kerajaan Mataram melahirkan corak baru Islam Nusantara yang bersifat agraris-sinkretik, mulai terbentuknya struktur masyarakat feodal yang berkelindan dengan struktur kolonial mengembalikan struktur kasta dengan gaya baru, kekuatan tradisionalis terpecah belah, banyak pesantren yang menjadi miniatur kerajaan feudal, kekuatan orisinil aswaja hadir dalam bentuk perlawanan agama rakyat dan perjuangan menentang penjajahan. Arus Pembaruan Islam muncul di Minangkabau melalui kaum Padri. Politik etis melahirkan kalangan terpelajar pribumi, ide nasionalisme mengemuka. Kekuatan Islam mulai terkonsolidir dalam Sarekat Islam (SI). Muhammadiyah berdiri sebagai basis muslim modernis.

04.Kelahiran NU
Komite Hijaz sebagai embrio, kekuatan modernis dengan paham Wahabinya sebagai motivasi, SI tidak lagi punya pengaruh besar, jaringan ulama’ tradisionalis dikonsolidir dengan semangat meluruskan tuduhan tahayyul, bid’ah, dan khurafat, Qanun Asasi disusun sebagai landasan organisasi NU, aswaja (tradisi) sebagai basis perlawanan terhadap kolonialisme, fatwa jihad mewarnai revolusi kemerdekaan.

05 NU_pra kemerdekaan NU sebagai salah ORMAS Islam yang menerima Pancasila sebagai Dasar Negara. Dan menganggap Indonesia sebagai dar sulh (Negara damai)

06.NU_pasca kemerdekaan
NU memberi gelar waliyul amri dharury kapada rezim Sukarno. NU menjadi partai politik, masuk dalam aliansi Nasakom, PMII lahir sebagai underbouw di wilayah mahasiswa, di barisan terdepan pemberantasan PKI, ikut membidani berdirinya orde baru, ditelikung GOLKAR dan TNI pada pemilu 1971, Deklarasi Munarjati menandai independennya PMII, NU bergabung dengan PPP pada pemilu 1977, tumbuhnya kesadaaran akan penyimpangan terhadap Qanun Asasi dan perlunya khittah.

07.NU pasca Khittah
NU kembali menjadi organisasi kemasyarakatan, menerima Pancasila sebagai asas tunggal, menjadi kekuatan utama civil society di Indonesia, posisi vis a vis Negara, bergabung dalam aliansi nasional memulai reformasi menjatuhkan rezim orba.
08 NU_pasca reformasi Berdirinya PKB sebagai wadah politik nahdliyyin, Gus Dur sebagai presiden, NU mengalami kegamangan orientasi, kekuatan civil society mulai goyah, PMII memulai tahap baru interdependensi. (Pasca Gusdur sampai sekarang, kekuatan tradisionalis terkotak-kotak oleh kepentingan politis)

B. NORMATIFITAS ASWAJA DALAM PEMAHAMAN PMII

1. Pergeseran makna Aswaja
Dalam konteks keindonesiaan jam’iyyah Nahdlatul Ulama’ (NU) dan Ahlussunnah wal jama’ah (Aswaja) ibarat dua sisi mata uang. Ketika menyebut NU dalam konsep kita akan terbayang imam-imam besar sebagaimana dirumuskan oleh faunding father Hadratus Syaikh K.H. M. Hasyim Asy’ari dalam Qanun Asasi . Yaitu : “Dalam ilmu aqidah/teologi mengikuti salah satu dari Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi. Dalam syari’ah/fiqh mengikuti salah satu Imam empat: Abu Hanifah, Malik bin Anas, Muhammad bin Idris Al-Syafi’i, dan Ahmad bin Hanbal. Dalam tashawuf/akhlaq mengikuti salah satu dua Imam: Junaid al-Baghdadi dan Abu Hamid al-Ghazali.”
Ada dua pola pemahaman kaum Muslimin terhadap Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja). Pertama, yang memahami Aswaja identik dengan Islam dengan doktrin pemurnian (purifikasi) ajaran Islam. Kedua, yang mamahami Aswaja sebagai “mazhab” saja. Baik pola pertama maupun kedua masing-masing mampunyai kelemahan. Yang pertama seringkali mengklain bahwa kebenaran hanya milik kelompoknya, sehingga kesan sektarianisme sulit dihindarkan. Pada level praksisnya, pengkafiran (takfir) menjadi bagian tidak terpisahkan dalam relasinya dengan non-muslim maupun dengan umat Islam tapi yang tidak satu aliran sehingga bentuk kekerasan menjadi mudah dilakukan atas dasar teks agama.
Pola mazhab juga mempunyai kecenderungan untuk menjadi institusi, dan karenanya ia menjadi kaku (jumud), karena mazhab mengandaikan kebakuan suatu pola ajaran, dan akhirnya itu semua menjadi ajaran atau doktrin yang terbakukan. Di pola nomer dua inilah mayoritas masyarakat NU memahaminya, bahkan rumusan definitif Aswaja tersebut dalam perkembangannya hanya dipahami dalam konteks “berfikih” dan mengikuti apa saja yang telah dihasilkan para ulama terdahulu (taklid). Lebih jauh, pada dataran praksisnya Aswaja mengkrucut lagi menjadi mazhab fiqih syafi’i saja dan menempatkan fiqih sebagai “kebenaran ortodoksi” yakni menundukkan realitas dengan fikih. Menyadari realitas yang demikian itu, maka Aswaja haruslah dipahami dan direfleksikan kembali ke dalam konteks aslinya, yang sesungguhnya sangat kritis, eklektik dan analitis.
Memang tiga pola panutan Qanun Asasi ini dalam prakteknya tidaklah sederhana dan cenderung problematis. Apalagi ketika dirunut sejarah masing-masing ajaran disertai dengan varian-varian pemikiran para pengikutnya, semakin jelas terjadi kompeksitas gagasan bahkan terjadi pemilahan pada dua kutub yang saling berseberangan. Realitas sejarah pemikiran beserta varian-varian mazhab yang tersebut di atas, membawa kita untuk berkesimpulan bahwa Aswaja bukanlah sebuah doktrin yang kaku, baku dan linear. Banyak sekali persoalan di dalamnya. Sehingga dalam memahami Aswaja tidaklah cukup hanya pada produk pemikiran (mazhab) atau perkataan (qauli yang terdokumentasi dalam karya-karya) dari para mazhab-mazhab di atas, akan tetapi juga metode (manhaj) berpikir mereka dalam menyusun pemikirannya yang disesuaikan dengan konteks yang mereka hadapi. Maka qoul-qoul mazhab terutama dalam kajian fiqih yang sudah terbukukan jika dalam konteks sekarang tidak relevan -bukan berarti salah- maka harus diinterpretasi ulang dan mengembalikannya ke Al-qur’an dan sunnah. Kemudian dari teks agama ini digali hukum-hukum baru dengan menggunakan metodologi imam mazhab tersebut (mazhab minhaj). Agar sesuai dengan keadaan sosial sekarang.
Ada empat ciri yang menonjol dalam memaknai aswaja sebagai mazhab minhaj ini. Pertama, fiqih dihadirkan sebagai etika dan interpretasi sosial bukan sebagai hukum positif mazhab. Kedua, dalam hal metodologi mazhab tersebut di dalamnya sudah mulai diperkenalkan metodologi pemikiran filosofis terutama dalam masalah sosial budaya. Ketiga, verifikasi terhadap mana ajaran pokok (usul) dan mana cabang (furu’). Keempat, selalu diupayakan interpretasi ulang dalam kajian teks-teks fiqih untuk mencari konteksnya yang baru.
Dengan model bermazhab seperti ini diharapkan dapat memberikan spirit baru untuk keluar dari “tempurung sakral” masa lampau dan berani memunculkan pikiran-pikiran eksprementatif sosial yang kreatif dan orisinil. Dalam konteks ini kreasi-kreasi ulama masa lalu tetap tidak dinafikan dan diletakkan dalam kerangka kooperatif, namun karya tersebut jangan sampai menjadi belenggu pemikiran yang mematikan. Sehingga jalan masuk untuk melakukan terobosan baru dalam setting tranformasi sosial, ekonomi politik maupun budaya menjadi lebar.
Peletakan fiqih seperti ini memunculkan problem metodologis yang sangat besar karena mazhab yang dianut masyarakat NU adalah mazhab Syafi’i. Kendati dalam Qonun Asasi mengakui adanya empat mazhab, namun dalam wilayah praksisnya itu tidak secara otomatis dilakukan secara eklektik karena ada rambu-rambu talfiq metodologi yang tidak mudah ditembus. Meski demikian dikalangan para kiai sepuh yang notabennya menguasai ilmu-ilmu agama metode ini sudah diterapkan. Hal ini bisa dlihat dari adanya bahsul masa’il yang mencoba merumuskan pemikiran-pemikaran segar agar selalu menyesuaikan zaman.
Dan seiring berkembangnya zaman mazhab minhaj inipun dirasakan kurang menyentuh realitas. Lagi-lagi, realitas harus dijustifikasi dengan metodologi agama yang sebatas pada ketiga pola qanun asasi yaitu fiqih, teologi dan tasawuf, terutama dalam aspek fiqihnya. Pemahaman seperti ini tidak memadai untuk dijadikan pijakan gerak PMII. Sebab, pemahaman demikian cenderung menjadikan Aswaja sebagai sesuatu yang dalam konsep metodologi menjadi beku dan tidak bisa diotak-atik lagi. Pemaknaannya hanya dibatasi pada metodologi ulama klasik saja. karena secanggih apapun metodologi, selalu tergantung pada waktu dan tempat (konteks) yang dihadapinya. Padahal untuk menjadi dasar sebuah pergerakan, Aswaja harus senantiasa fleksibel dan terbuka untuk ditafsir ulang dan disesuaikan dengan konteks saat ini dan yang akan datang. Inilah yang dinamakan sebagai metodologi yang terbuka. Oleh karena itu, lagi-lagi interpretasi ulang terhadap konsep mazhab manhaj harus dilakukan.
Lebih jauh, implikasi yang dihasilkan dalam tatanan pola fikir dan pranata sosial yang dihadirkan dalam kehidupan orang-orang NU dianggap terlalu kaku sehingga kurang responsive terhadap tantangan dan tuntuan perkembangan zaman. Khususnya dalam hal-hal yang terkait dengan persoalan hudud, hak asasi manusia, hukum public, jender dan pandangan dengan non-muslim. Meski manhaj madhab telah dilakukan tetapi tetap saja rumusan Qonun Asasi khususnya fiqih tidak berani mendekati kecuali ulama-ulama yang dianggap mumpuni. Tegasnya, manhaz mazhab yang bertumpu pada keilmuan fikih yang berimplikasi pada cara pandang dan tatanan paranata sosial dalam masyarakat NU belum berani dan selalu menahan diri untuk bersentuhan dan berdialog langsung dengan ilmu-ilmu baru yang muncul pada abad ke-18 dan 19 di dataran Eropa yang notabennya non-muslim, seperti antropologi, sosiologi, budaya, psikologi, filsafat dan lain sebagainya. Bahkan dari yang sesama muslim yang dianggap tidak satu mazhab seperti, mu’tazilah wahabi, syiah, khawarij, dll. maupun para pemikir Islam kiri seperti Hasan Hanafi, Muhammad Abduh, Muhammad Arkun, Fazlurrahman, dll. masyarakat NU masih sangat eksklusif.
Maka ketebukaan terhadap kemungkinan kontak dan pertemuan langsung antara tradisi pemikiran keilmuan Manhaj madhab dengan keilmuan kontemporer yang telah memanfaatkan kerangka teori dan pendekatan yang digunakan oleh ilmu-ilmu sosial dan humanistic harus lakukan. Sehingga terciptanya tatanan masyarakat yang berdimensi kemanusian yang tidak melulu berporos pada fiqih yang cendrung transdental an sich. Ketika pola ijtihad tersebut bertemu dan berdialog maka teori, metode, dan pendekatan yang digunakan pun perlu dirubah. Jadi dalam rumusan fiqih dan kaidah usul fiqh dilakukan infilterisasi yang ketat sejauh mana ia sesuai dengan konteks zaman dan tidak bertentangan dengan paradigma gerakan dan pembaharuan yang progresif.

2. Aswaja sebagai Manhajul Fikr dan Manhaj At-Taghayyur al-Ijtima’i
Dari sinilah maka kemudian PMII juga memaknai Aswaja sebagai manhaj tagayyur al ijtima;i yaitu pola perubahan yang berdimensi sosial-kemasyarakatan-kemanusiaan yang sesuai dengan nafas perjuangan rasulullah yang dilanjutkan para sahabat penerusnya sampai diera kontemporer. Yang mana metode ini tidak hanya tetumpu pada aspek fiqih dan usul fikih saja, namun memodifikasikannya dengan keilmuan yang lain baik itu datangnya dari para pemikir muslim ataupun non-muslim dengan tetap mempertahankan dimensi historisitas dari keilmuan fiqih dan juga barang tentu teologi dan tasawuf yang disusun beberapa abad tahun yang lalu untuk diajarkan terus menerus pada era sekarang setelah permasalahan zaman terus berevolusi.
Kemudian, rangkaian histories-empiris-fleksibilitas epistemologi dan metodologi yang sesuai situasi politik dan sosial yang meliputi masyarakat muslim waktu itu., mulai dari Rasulullah sampai manhaj at-taghayyur al-ijtima’I yang terbingkai dalam landasan (al-tawassuth) netral/proporsional (al-Tawazun), keadilan (al-Ta’adul) dan toleran (al-Tasamuh). itulah yang oleh PMII dimaknai Aswaja sebagai manhajul fikr yaitu metode berpikir yang digariskan oleh para sahabat Nabi dan tabi’in yang sangat erat kaitannya dengan situasi politik dan sosial yang meliputi masyarakat muslim waktu itu.
Dari manhajul fikr inilah lahir pemikiran-pemikiran keIslaman baik di bidang aqidah, syari’ah, maupun akhlaq/tasawuf, dan barang tentu juga ilmu-ilmu sosial humaniora walaupun beraneka ragam tetap berada dalam satu ruh. Inti yang menjadi ruh dari Aswaja baik sebagai manhajul fikr maupun manhaj taghayyur al-ijtima’i adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah : ma ana ‘alaihi wa ashabi (segala sesuatu yang datang dari rasul dan para sahabatnya.
Jadi, Benang merah yang bisa ditarik dari manhaj al-fikr para Imam dan pemikir tersebut adalah sebuah metode berfikir yang “eklektik” (mencoba mencari titik temu dari sekian perbedaan dengan pembacaan jeli, sampai melahirkan tawaran alternatif). Dan posisi pemikiran mereka dalam dialektika pemikiran dan kuasa maknanya baik kebebasan berpikir, berucap, bertindak/bersikap, berhubungan, barmasyarakat, berberbangsa dan bernegara selalu terbingkai dalam landasan; (al-tawassuth) netral/proporsional (al-Tawazun), keadilan (al-Ta’adul) amarma’ruf nahi munkar, istiqamah dan toleran (al-Tasamuh).
Argumen ini kemudian menjadi dasar pijak untuk tidak terlalu mempersoalkan apakah yang diadopsi itu barasal dari epistemologi yang berlatang belakang sebagaimana Qonun Asasi atau dari luar Qanun Asai tersebut, seperti mu’tazilah, khawarij, syiah dan lain-lainnya. Bahkan barang tentu metode ilmu-ilmu sosial humanistic yang datang dari barat. Yang dalam hal ini focus utamanya adalah sejauh mana metodologi-metodologi itu dapat diimplementasikan secara nyata dan memberi manfaat kapada umat manusia secara universal.

3. Landasan (bingkai) dan prinsip dasar Aswaja

Dalam Arus Sejarah

1. Tawassuth
Tawassuth bisa dimaknai sebagai berdiri di tengah, moderat, tidak ekstrim (baik ke kanan maupun ke kiri), tetapi memiliki sikap dan pendirian. Khairul umur awsathuha (moderat adalah sebaik-baik perbuatan). Tawassuth merupakan landasan dan bingkai yang mengatur bagaimana seharusnya kita mengarahkan pemikiran kita agar tidak terjebak pada pemikiran agama an sich. Dengan cara menggali&meelaborasi dari berbagai metodologi dari berbagai disiplin ilmu baik dari Islam maupun barat. Serta mendialogkan agama, filsafat dan sains.

2. Tasamuh
Tasamuh adalah toleran, tepa selira. Sebuah landasan dan bingkai yang menghargai perbedaan, tidak memaksakan kehendak dan merasa benar sendiri. Nilai yang mengatur bagaimana kita harus bersikap dalam hidup sehari-hari, khususnya dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Tujuan akhirnya adalah kesadaran akan pluralisme atau keragaman, yang saling melengkapi bukan membawa kepada perpecahan. Dalam kehidupan beragama, tasamuh direalisasikan dalam bentuk menghormati keyakinan dan kepercayaan umat beragama lain dan tidak memaksa mereka untuk mengikuti keyakinan dan kepercayaan kita. Dalam kehidupan bermasyarakat, tasamuh mewujud dalam perbuatan-perbuatan demokratis yang tidak mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan bersama. Dan setiap usaha bersama itu ditujukan untuk menciptakan stabilitas masyarakat yang dipenuhi oleh kerukunan, sikap saling menghargai, dan hormat-menghormati. Di berbagai wilayah, tasamuh juga hadir sebagai usaha menjadikan perbedaan Agama, Negara, ras, suku, adat istiadat, dan bahasa sebagai élan dinamis bagi perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik. Perbedaan itu berhasil direkatkan oleh sebuah cita-cita bersama untuk membentuk masyarakat yang berkeadilan, keanekaragaman saling melengkapi. Unity in diversity.

3. Tawazun
Tawazun berarti keseimbangan dalam bergaul dan berhubungan, baik yang bersifat antar individu, antar struktur sosial, antara Negara dan rakyatnya, maupun antara manusia dan alam. Keseimbangan di sini adalah bentuk hubungan yang tidak berat sebelah (menguntungkan pihak tertentu dan merugikan pihak yang lain). Tetapi, masing-masing pihak mampu menempatkan dirinya sesuai dengan fungsinya tanpa mengganggu fungsi dari pihak yang lain. Hasil yang diharapkan adalah terciptanya kedinamisan hidup.

4. Ta’adul/‘Adalah
Yang dimaksud dengan ta’adul adalah keadilan, yang merupakan ajaran universal Aswaja. Setiap pemikiran, sikap dan relasi, harus selalu diselaraskan dengan landasan ini. Pemaknaan keadilan yang dimaksud di sini adalah keadilan sosial. Yaitu landasani kebenaran yang mengatur totalitas kehidupan politik, ekonomi, budaya, pendidikan, dan sebagainya. Sejarah membuktikan bagaimana Nabi Muhammad mampu mewujudkannya dalam masyarakat Madinah. Bagitu juga Umar bin Khattab yang telah meletakkan fundamen bagi peradaban Islam yang agung.
Keempat landasan tersebut dalam prosesnya harus berjalan bersamaan dan tidak boleh ada dari satupun bingkai ini tertinggal. Karena jika yang satu tidak ada maka Aswaja sebagai MAnhaj fikr akan pincang.

C. Implementasi Landasan Aswaja dalam konteks Gerakan
Aswaja sebagai manhaj fikr dan manhaj taghayyur al-ijtima’ bisa kita tarik dari nilai-nilai perubahan yang diusung oleh Nabi Muhammad dan para sahabat ketika merevolusi masyarakat Arab jahiliyah menjadi masyarakat yang tercerahkan oleh nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan universal. Ada dua hal pokok yang menjadi landasan perubahan itu :
 Basis epistemologi, yaitu cara berfikir yang sesuai dengan kebenaran qur’ani dan sunnah nabi yang diimplementasikan secara konsekwen dan penuh komitmen oleh para pemikir dalam historisitas asawaja yang terbingkai dalam enam poin tersebut.
 Basis realitas, yaitu Dialektika antara konsep dan realita yang selalu terbuka untuk dikontekstualkan sesuai dinamika perubahan dan lokalitas serta keberpihakan kepada kaum tertindas dan masyarakat lapisan bawah.
Dua basis ini terus menjadi nafas perubahan yang diusung oleh umat Islam yang konsisten dengan aswaja, termasuk di dalamnya PMII. Konsistensi di sini hadir dalam bentuk élan dinamis gerakan yang selalu terbuka untuk dikritik dan dikonstruk ulang, sesuai dengan dinamika zaman dan lokalitas. Dia hadir tidak dengan klaim kebenaran tunggal, tetapi selalu berdialektika dengan realitas, jauh dari sikap eksklusif dan fanatik. Maka empat landasan yang dikandung oleh aswaja, untuk konteks sekarang harus kita tafsirkan ulang sesuai dengan perkembangan teori-teori sosial dan ideologi-ideologi dunia.
Tawassuth harus kita maknai sebagai tidak mengikuti nalar kapitalisme-liberal di satu sisi dan nalar sosialisme di sisi lain. Kita harus memiliki cara pandang yang otentik tentang realitas yang selalu berinteraksi dalam tradisi. Pemaknaannya ada dalam paradigma yang dipakai oleh PMII yaitu paradigma kritis transformatif.
Walaupun dalam kerangka konseptual Aswaja menekan pandangan yang sangat moderat, itu tidak bisa diartikan secara serampangan sebagai sikap sok bijak dan mencari selamat serta cenderung oportunis. Tetap ada prinsip-prinsip dasar yang harus dipegang dalam Aswaja. Selengkapnya lihat tabel:
Aqidah Sosial/Politik Istinbath al-ahkam
• Uluhiuat
• Nubuwat
• al-Ma’ad
(Eskatologis) • Al-Syura
• Al-Adl
• Al- Hurriyah
• Al-Musawah
• Ilimu sosial humaniora • Al-Qur’an
• Al-Hadits
• Al-Ijma’
• Al-Qiyas
• Ilimu sosial humaniora
Jadi misalnya, dalam Aswaja tidak ditekankan bentuk negara macam apayang dibentuk: republik, Federal, Islam atau apa pun. Akan tetapi bagi Aswaja apa pun bentuk negaranya yang terpenting prinsip-prinsip di atas teraplikasikan oleh pemerintah dan segenap jajarannya. Sekaligus, juga Aswaja tidak melihat apakah pemimpin itu muslim atau bukan asal bisa memenuhi prinsip di atas.
Tasamuh harus kita maknai sebagai bersikap toleran dan terbuka terhadap semua golongan selama mereka bisa menjadi saudara bagi sesama. Sudah bukan waktunya lagi untuk terkotak-kotak dalam kebekuan golongan, apalagi agama. Seluruh gerakan dalam satu nafas pro-demokrasi harus bahu membahu membentuk aliansi bagi terbentuknya masyarakat yang lebih baik, bebas dari segala bentuk penindasan dan penjajahan. PMII harus bersikap inklusif terhadap sesama pencari kebenaran dan membuang semua bentuk primordialisme dan fanatisme keagamaan.
Tawazun harus dimaknai sebagai usaha mewujudkan egalitarianisme dalam ranah sosial, tidak ada lagi kesenjangan berlebihan antar sesama manusia, antara laki-laki dan perempuan, antara kelas atas dan bawah. Di wilayah ekonomi PMII harus melahirkan model gerakan yang mampu menyeimbangkan posisi Negara, pasar dan masyarakat. Berbeda dengan kapitalisme yang memusatkan orientasi ekonomi di tangan pasar sehingga fungsi negara hanya sebagai obligator belaka dan masyarakat ibarat robot yang harus selalu menuruti kehendak pasar; atau sosialisme yang menjadikan Negara sebagai kekuatan tertinggi yang mengontrol semua kegiatan ekonomi, sehingga tidak ada kebebasan bagi pasar dan masyarakat untuk mengembangkan potensi ekonominya. Di wilayah politik, isu yang diusung adalah mengembalikan posisi seimbang antara rakyat dan negara. PMII tidak menolak kehadiraan negara, karena Negara melalui pemerintahannya merupakan implementasi dari kehendak rakyat. Maka yang perlu dikembalikan adalah fungsi negara sebagai pelayan dan pelaksana setiap kehendak dan kepentingan rakyat. Di bidang ekologi, PMII harus menolak setiap bentuk eksploitasi alam hanya semata-mata demi memenuhi kebutuhan manusia yang berlebihan. Maka, kita harus menolak nalar positivistik yang diusung oleh neo-liberalisme yang menghalalkan eksploitasi berlebihan terhadap alam demi memenuhi kebutuhan bahan mentah, juga setiap bentuk pencemaran lingkungan yang justru dianggap sebagai indikasi kemajuan teknologi dan percepatan produksi.
Ta’adul sebagai keadilan sosial mengandaikan usaha PMII bersama seluruh komponen masyarakat, baik nasional maupun global, untuk mencapai keadilan bagi seluruh umat manusia. Keadilan dalam ranah ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan, dan seluruh ranah kehidupan. Dan perjuangan menuju keadilan universal itu harus dilaksanakan melalui usaha sungguh-sungguh, bukan sekadar menunggu anugerah dan pemberian turun dari langit.
Kemudian dari keempat landasan (bingkai) dan prinsip dalam hal perubahan inilah yang menurunkan Nilai-nilai pergerakan.
Catatan Akhir :
Berdasarkan uraian diatas, kita dapat memahami bahwa Aswaja sebagia manhajul fikr dalam Historisitasnya berusaha dengan sungguh-sungguh menyusun agenda metodologis yang sesuai dengan perubahan zaman dengan mencoba menggabungkan dari berbagai metodologi-ulama pada zaman sekarang dan sebelumnya. Dengan melacak akar historisnya, karena sejarah adalah sistem yang membangun masa kini dan yang akan datang. Metodologi yang dimaksud disini adalah menjadikan al-Qur’an, hadits dan metodologi-ulama baik dari Timur maupun barat sebagai kerangka Epistemologi dan Aksiologi bagi kader PMII dalam menafsirkan dan mentransformasikan realitas. Sehin
gga epistemologi ini tampak abstrak karena terdapat berbagai varian metodologi yang kesemuanya masih dalam Lingkup Aswaja dan sulit ditemukan benang merahnya. Bahkan sampai sekarang, metodologi tersebut belum ditemukan. Hal ini berbeda ketika Aswaja sebagai manhaj mazhab, disini metolodogi sangat jelas yakni berdasarkan metodologi yang disusun oleh para Imam Mazhab (Qonun Asasi) semisal kaidah uul fiqh dan Qiyasnya Syafi;I, istihsanya maliki, masalaha mursalah, dll. Sedangkan paradigmanya dan orientasinya adalah fiqh. Meski dalam perjalanannya dianggap tidak relevan.
Maka menjadi tugas kita bersamalah untuk membuat satu tawaran alternatif metodologi baru bagi ruh perjuangan PMII yang mampu mengkombinasikan antara barat dan timur yang sesuai dengan konteks Masyarakat Indonesia pada khusunya dan Umat muslim pada umumnya. Yang pada gilirannya Para kader PMII khusunya di Jogjakarta tidak kebingungan dalam hal metodologi baik dalam menafsirkan teks maupun membaca realitas dengan komitmen sosial yang tinggi. Wallahu a’lam wi al-shawab.


NILAI DASAR PERGERAKAN (NDP) PMII

Nilai Dasar Pergerakan (NDP)
 • Tujuan:
- Peserta dapat memahami kandungan nilai-nilai dasar pergerakan PMII, dan menjadikannya sebagai landasan berfikir, berprilaku dan bersikap dalam kehidupan keseharian, terutama dalam berorganisasi dan memperjuangkan idealisme.

• Target:
- Peserta dapat memanifestasikan nilai-nilai yang terkandung dalam NDP dalam landasan berfikir, berprilaku dan bersikap dalam kehidupan keseharian, terutama dalam berorganisasi dan memperjuangkan idealisme.

• Pokok bahasan :
1. NDP landasan filosofi PMII.
2. Fungsi dan kedudukan NDP dalam PMII.
3. Pola relasi antara Hablun min Allah (Hubungan manusia dengan Allah), Hablun min al-nas (hubungan antar sesama manusia). dan Hablun min al-alam (hubungan manusia dengan alam).
4. Internalisasi dan implementasi NDP dalam kehidupan keseharian dan kehidupan berorganisasi dan bermasyarakat.

Nilai-nilai Dasar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
Nilai adalah bagian yang tak terpisahkan di kehidupan masyarakat, begitupun dalam pergerakan. Pentingnya sebuah nilai tatkala ada interaksi baik dengan Tuhan, manusia maupun alam. Maka dari itu, manusia tidaklah bebas nilai. Karena bagaimanapun setiap dimensi kehidupan memiliki nilai-nilai yang terimplementasikan secara tersirat ataupun tersurat.

1. Pengertian, Kedudukan, dan Fungsi
1.1 Pengertian
Nilai dasar pegerakan mahasiswa islam Indonesia adalah sublimasi nilai keislaman dan ke-Indonesiaan dalam kerangka pemahaman aswaja sebagai manhaj al-fikr dan manhaj al-taghoyyur al-ijtima’I yang menjiwai aturan, pengarah, pendorong dan penggerak setiap aktifitas berpikir, berucap dan bertindak sebagai cermin untuk mencapai tujuan bersama yang hendak dicapai.

1.2 Kedudukan
Nilai-nilai dasar PMII berkedudukan sebagai :
1. Sebagai rumusan nilai yang termuat dan menjadi sumber ideal moral dalam berbagai aturan dan kegiatan PMII
2. Pusat argumentasi dan pengikat kebebasan berpikir, berucap, dan bertindak.

1.3 Fungsi
Nilai-nilai dasar PMII berfungsi sebagai kerangka ideologis yang pemaknaannya adalah :
1. Landasan pijak setiap gerak langkah dan kebijaksanaan yang diambil.
2. Landasan berpikir terhadap persoalan yang dihadapi.
3. Landasan motivasi pada anggota untuk bertindak dan bergerak sesuai kandungan nilai.
4. Dialektika antara konsep dan realita yang selalu terbuka untuk dikontekstualkan sesuai dinamika perubahandan lokalitas

2. Rumusan Nilai-nilai Dasar PMII
Mukaddimah
Tauhid (keyakinan transendental) merupakan sumber nilai yang mencakup pola hubungan antar manusia dengan Allah (hablu min Allah), hubungan manusia dengan sesama manusia (hablun min al-nas), dan hubungan manusia dengan alam (hablun min al-‘alam). PMII meyakini dengan penuh sadar bahwa menyeimbangkan ketiga pola hubungan itu merupakan totalitas keislamam yang landasannya adalah wahyu Tuhan dalam Al-Qur’an dan hadist Nabi. Dalam memahami dan mewujudkan keyakinan itu PMII telah memilih Ahlussunnah wal jama’ah (Aswaja) sebagai manhajul fikr dan manhaj al-taghayyur al-ijtima’i
Selain itu sebagai bagian sah dari bangsa Indonesia, PMII menyadari bahwa Pancasila adalah falsafah hidup bangsa, yang penghayatan dan pengamalannya seiring dengan implementasi dari nilai-nilai Aswaja: tawassuth, tasamuh, tawazun, dan ta’adul. Karena itu dengan menyadari watak intelektual dan kesadaran akan tanggung jawab masa depan bersama, dan dengan memohon rahmat dan ridlo Allah SWT, maka disusunlah rumusan Nilai-nilai Dasar PMII sebagai berikut:
a. حبل من الله (Hubungan Manusia dengan Allah)
Allah adalah pencipta segala sesuatu. Dia menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk dan memberikan kedudukan terhormat kepadanya dihadapan ciptaannya yang lain. Kedudukan seperti itu ditandai dengan pemberian akal dan pikiran yang tidak diberikan Tuhan kepada yang lainnya. Potensi inilah yang memungkinkan manusia memerankan fungsi sebagai hamba (‘abd) dan wakil Tuhan di muka bumi (khalifatullah fil ardl).
Sebagai hamba manusia memiliki tugas utama mengabdi dan menyembah Tuhan (Q.S. al-Dzariat:56), mengesakan Tuhan dan hanya bergantung kepada-Nya, tidak menyekutukan dan menyerupakan-Nya dengan manusia yang memiliki anak dan orang tua (Q.S. Al-Ikhlas:1-4). Sebagai hamba manusia juga harus mengikhlaskan semua ibadah dan amalnya hanya untuk Allah (Q.S. Shad: 82-83).
Sebagai khalifah, manusia memiliki kewajiban untuk menjaga dan memakmurkan bumi bukan malah merusaknya (Q.S. al-Baqarah: 30). Karena kedudukan ini merupakan amanah Tuhan yang hanya mampu dilakukan oleh manusia, sedang makhluk Tuhan yang lain tidak mampu untuk mengembannya (Q.S. al-Ahzab: 72). Dan tingkat kemampuan manusia mengemban amanah inilah yang kemudian menentukan derajatnya di mata Allah (Q.S. Al-An’am: 165).
Manusia baru dikatakan berhasil dalam hubungannya dengan Allah apabila kedua fungsi ini berjalan secara seimbang, lurus dan teguh. Maksudnya, bahwa keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan tidak cukup hanya dengan syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji, tetapi nilai-nilai ibadah itu harus mampu diimplementasikan dalam setiap dimensi kehidupan sehari-hari, serta dalam membangun peradaban umat manusia yang berkeadilan. Sebab kita hidup di dunia ini bukan untuk mencari jalan keselamatan bagi diri kita saja, tetapi juga bagi orang lain terutama keluarga dan masyarakat sekitar kita. Hubungan ini akan mampu menghasilkan manusia yang punya kesadaran tinggi, kreatif dan dinamis.
b. حبل من النا س (Hubungan Antar Sesama Manusia)
Pada hakikatnya manusia itu sama dan setara di hadapan Tuhan, tidak ada perbedaan dan keutamaan diantara satu dengan lainnya. Begitu pula tidak dibenarkan adanya anggapan bahwa laki-laki lebih mulia dari perempuan, karena yang membedakan hanya tingkat ketaqwaan (Q.S.al-Hujurat:13) keimanan, dan keilmuwannya (Q.S.al-Mujadalah:11).
Manusia hidup di dunia ini juga tidak sendirian tetapi dalam sebuah komunitas bernama masyarakat dan negara. Dalam hidup yang demikian kesadaran keimanan memegang peranan penting untuk menentukan cara kita memandang hidup dan memberi makna padanya. Maka yang diperlukan pertama kali adalah bagaimana kita membina kerukunan dengan sesama Umat Islam (ukhuwah islamiyyah) untuk membangun persaudaraan yang kekal hingga hari akhir nanti (Q.s. al-Hujurat: 11)
Namun kita hidup dalam sebuah negara yang plural akan kepercayaan, dan kelompok keyakinan lainnya. Belum lagi bahwa kita pun berbeda-beda suku, bahasa, adat istiadat, dan ras. Maka juga diperlukan kesadaran kebangsaan yang mempersatukan kita bersama dalam sebuah kesatuan cita-cita menuju kemanusiaan yang adil dan beradab (ukhuwah wathaniyah). Keadilan inilah yang harus kita perjuangkan (Q.S al-Maidah:8). Dan untuk mengatur itu semua dibutuhkan sistem pemerintahan yang representatif dan mampu melaksanakan kehendak dan kepentingan rakyat dengan jujur dan amanah. Pemimpin yang mengimplementasikan nilai ini dalam peraturannya harus kita taati, selama tidak bertentangan dengan perintah agama (Q.S.an-Nisa:58). Dan untuk pelaksanaannya kita harus selalu menjunjung tinggi nilai musyawarah yang merupakan elemen terpenting demokrasi (Q.S.Ali Imran:199).
Namun itu saja belum cukup. Kita hidup di dunia berdampingan dan selalu berhubungan dengan negara-negara tetangga. Maka kita juga harus memperhatikan adanya nilai-nilai humanisme universal (ukhuwah basyariyah), yang mengikat seluruh umat manusia dalam satu ikatan kokoh bernama keadila. Meskipun kita berbeda keyakinan dan bangsa, tidak dibenarkan kita bertindak sewenang-wenang dan menyakiti sesama. Biarkan mereka dengan keyakinan mereka selama mereka tidak mengganggu keyakinan kita (Q.S.Al Kafirun:1-6). Persaudaraan kekal inilah sebagai perwujudan dari posisi manusia sebagai khalifah yang wajib memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bumi manusia ini.
c. حبل من العلم (Hubungan Manusia Dengan Alam)
Manusia yang diberi anugerah akal dan pikiran, serta alam untuk kemudian dimanfaatkan demi kemaslahatan bersama. Namun pemanfaatan ini tidak boleh berlebih-lebihan (eksploitatif), apalagi merusak ekosistem. Hal ini dinamakan sebagai hak isti’mar, yaitu hak untuk mengolah sumber daya alam untuk kemakmuran makhluk hidup tetapi pengelolaan itu harus didasarkan pada rasa tanggung jawab: Tanggung jawab kepada kemanusiaan, karena rusaknya alam akan berkibat bencana dan malapetaka bagi kehidupan kita semua, begitu pula Tanggung jawab kepada Tuhan yang telah memberikan hak dan tanggung jawab itu. (Q.S. Hud: 61)
Selain sebagai sarana pemenuhan kebutuhan hidup, alam atau ekologi juga merupakan ayat Tuhan yang harus dipahami dan dijaga, sebagaimana kita memahamidan menjaga Al-Quran. Dari pemahaman itulah akan terwujud keimanan yang teguh kepada Tuhan serta kemantapan diri sebagai manusia yang harus menyebarkan kedamaian di muka bumi. Dari pemahaman inilah akan terbentuk suatu gambaran menyeluruh terhadap alam, bahwa Tuhan menciptakan alam ini dengan maksud-maksud tertentu yang harus kita cari dan teliti. Pencarian makna alam inilah yang melandasi setiap kegiatan penelitian ilmiah dan pengembangan ilmu pengetahuan. Maka tidak ada dikotomi dan pertentang antara ilmu dan wahyu, antara IPTEK dan agama, karena pada hakikatnya keduanya akan mengantarkan kita kepada keyakinan akan keagungan Tuhan (Q.S. 190-191)
Tauhid
Maka dengan menyeimbangkan ketiga pola hubungan di atas kita akan mencapai totalitas penghambaan (tauhid) kepada Allah. Totalitas yang akan menjadi semangat dan ruh bagi kita dalam mewarnai hidup ini, tidak semata-mata dengan pertimbangan Ketuhanan belaka, tetapi dengan pertimbangan kemanusiaan dan kelestarian lingkungan hidup. Bahwa tauhid yang kita maksudkan bukan sekadar teosentrisme an sich, tetapi antrophomorfisme tanscendental, nilai-nilai ketuhanan yang bersatu dengan nilai-nilai kemanusiaan dan ilmu pengetahuan.
Pada akhirnya totalitas tauhid inilah akan melandasi dan memandu jalan kita yang mencakup kenyakinan hati dan perwujudan nilai lewat perilaku dalam mencapai tujuan gerakan membangun kehidupan manusia yang berkeadilan.
Khatimah
Rumusan nilai-nilai dasar PMII perlu selalu dikaji secara kritis, dipahami secara mendalam dan dihayati secara teguh serta diwujudkan secara bijaksana. Dengan NDP ini hendak mewujudkan pribadi muslim yang mempertahankan kehidupan yang seimbang antara dzikir, pikir dan amal shaleh, dan pribadi yang sadar akan kedudukan dan peranan sebagai intelektual muslim berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah di negara Indonesia yang maju, manusiawi, adil, penuh ramat dan berketuhanan serta merdeka sepenuhnya.
Rabbana ‘alaika tawakkalna wa ilaika anabna wa ilaika al-mashir.

RAKER RAPAT KERJA RAYON SYARIAH & HUKUM

Pembukaaan Raker Rapat Kerja Rayon Syariah dan Hukum Unisnu Jepara 
 

Jepara, Rayon syariah dan hukum mengadakan rapat kerja 2/7/2014 di rumah sahabt iklil ketua rayon syariah dan hukum agenda ini bertepatan dengan hari puasa / builan puasa. pertemuan atau pembukaan rakertersebut di hadiri oleh ketua umum pmii cabang jepara dan tamu undangan dari rayon, syariah, dakwah, tarbiyah, ekonomi, saintek, dan komisariat yang baru . 

ketua rayon syariah dalam sambutanya menyamp[aikan bahwa raker tersebut untuk membuat proggram kerja kedepan untuk kemajuan rayon syar'iah dan hukum, dan dia juga berharap bawasanya program,-program yang lalu yang masih potensial bisa di lanjutkan untuk ke[pengurusaan hari ini dan tidak muluk-muluk dalam membuat program. imbuhnya .

bahwa kemauan dan kesolidtan sahabat atau sahabti semua yang akan menjalankan program kerja kedepan kordinasi komunikasi kebersamaan ini akan membaqwa rayon syariah kedepan lebih baiok, sambutan ketua komisariat sultan hadirin unuisn u jepara yang baru. 

bulan yang penuh rohmat dan ampunan ini mewnjadikan semangat sa habt/i dalam membuat  program kerja kedepan sehingga bisa terumuskan visi dan misi organi0sasi yang akan menjadi pijakan dalam bergerak untuk rayon syariah. kedisiplinan dan bisa menghargai wa ktu itu kunci utama sahabt nanti berperan di berbagai bidang baik organisasi atau pekerjaan, bahwa mahasiswa adalah sebagai agen perubahan harus bisa menjadi cointoh yang baik di masyarakat dan menjadi tauladan karna kalianlah harapan  untuk memajukan desa-desa sahabt-sahabt. pmii sebagi media belajar maka   belajarlah yang dsesungguhnya yang setengah-setengah sehingga hasilnya kedepan akan sesuai dengan apa yang di harapakan, rayon syariah harus bangkit kembali menmjadi con toh untuk penguatan inklektual dan wacana. karna ketua umum pmii cabang jepara kebanyakan adalah dari rayon syariah ayow nbangkiyt kembali daln lihatkan pada mahasiswa dan sahabt-sahabt yang lain eksistensi rayon syariah . 

pmii cabang jepara pada bulanb romandon membuat satu agennda tarling dan buka bersama di lanjutkan khataman Al-qur'an dan hlal bil halal dan perlu di ketahui oleh sabat dalm 7 hari kedepan negara kita punya gawe besar yaitu pemiulihan pilpres sahabt-sahabt harus tau dengan detai kedua calon sehingga ketika masyarakt bertanya tidak asal ja wab . karena harini sudah tidak karuan netralitas ormas daln lembaga nu di pertanyakan. agma di jadikan tameng untuk mendulang suara salah satu calon sehingg akan riskan dan terjadi perpecahan di masyarakat kata ketua umuymm pmii cabang jepara dalam sambutanya.

Sumpah Pemuda, Sejumlah OKP Lahirkan Deklarasi Kembali ke Khittah 1928

Rabu, 02 November 2016 18:03 Nasional Sumpah Pemuda, Sejumlah OKP Lahirkan Deklarasi Kembali ke Khittah 1928 Jakarta, NU Online Sejumlah...