Senin, 01 Juni 2015

Jejak Pergerakan Islam Pasca-Reformasi

Pada awal dekade 90-an Soeharto sebagai

Sebagian menilai itu hal yang tak terelakkan bagi tiap manusia yang memasuki usia senja, tetapi ada juga yang berpendapat bahwa ia mulai percaya pada golongan kanan, sehingga bendungan yang selama ini beliau jaga mulai dibuka kerannya. ICMI lahir,  diskusi-diskusi keislaman menemukan geloranya, para tokoh dan aktivis Islam pun percaya bahwa Indonesia siap memasuki abad ke 21 yang sering disebut sebagai abad kebangkitan agama dan spiritualisme.

pemimpin negara berpenduduk Islam terbesar di dunia mengganti blangkon dengan peci. Berbagai analisis pun bermunculan. Ada yang mengatakan, Pak Harto tengah bersiap jelang pemilu 1992.

Tahun 90-an juga ditandai dengan dilonggarkannya peraturan mengenai penggunaan jilbab, dan segera jilbab menjadi tren, terutama di kalangan kampus. Dan dari kampus, tempat paling subur untuk menyemai ide, jilbab segera menyebar ke masyarakat umum. Diperbolehkannya jilbab ini seolah menjadi pertanda bahwa pemerintah memberikan lampu hijau dan jalan kepada wacana-wacana keislaman lainnya. Pelaksanaan ajaran Islam secara kaffah, penerapan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari, hingga keinginan menghidupkan kembali Piagam Jakarta, adalah tema-tema besar yang mulai diwacanakan secara luas dan intens di kampus. Hal-hal yang dulu hanya dibicarakan secara terbatas dan bahkan underground.  Wacana-wacana tersebut menemukan bentuknya dengan lahirnya ormas-ormas Islam yang di kemudian hari di antaranya menjadi partai politik peserta pemilu pasca lengsernya Pak Harto.

Amat menarik untuk membaca generasi mahasiswa ’90-an dari sudut pandang pergerakan keislaman. Tidak hanya karena pada saat itu gerakan keislaman sedang menemukan momentumnya seiring dengan bergantinya haluan politik Pak Harto, juga karena generasi 90-an lah yang kini menempati posisi-posisi strategis dan mulai menjadi pemain yang menentukan arah bangsa ini. Dengan memahami pergulatan pemikiran mereka pada waktu itu maka akan membantu kita untuk membaca arah pergerakan Islam, sekaligus memberikan evaluasi agar pergerakan Islam (dan bangsa) menuju arah yang benar.  Tentu diperlukan studi yang komprehensif agar evaluasi bisa dilakukan secara akurat dan benar, tetapi setidaknya tulisan ini dimaksudkan untuk mencoba mengawali hal tersebut.

Jejaknya Ada di Sini

Kita mulai penelusuran ini dengan memahami cara pandang mereka terhadap Islam dan bagaimana dengan cara pandang tersebut dilakukanlah usaha-usaha untuk mentransformasikan Islam menjadi sebuah gerakan. Sehingga, apa yang terjadi di kemudian nanti, sebenarnya jejaknya bisa ditelusuri dari sini.

Ada dua cara pandang dalam memahami Islam, dan pada waktu itu hal ini menjadi salah satu issue utama dalam banyak diskusi. Yang pertama adalah memandang Islam secara kontekstual. Islam tidak dipahami sebagai teks yang mati, melainkan dapat didialogkan dengan kondisi-kondisi terkini yang pada pemahaman lebih jauh, akan membawanya menuju pemahaman Islam secara hakekat. Dengan memahami Islam secara kontekstual dan secara hakekat, maka terciptalah ruang yang luas bagi humanisme dan plularisme, sekaligus kesempatan yang lebih besar untuk mentransformasikan Islam sebagai sebuah gerakan.

Salah satu generasi 90-an yang paling cemerlang dalam hal ini adalah Ulil Abshar Abdalla, yang kemudian pada tahun 2001 membidani kelahiran JIL (Jaringan Islam Liberal). Sayangnya, banyak kemudian yang tidak tahan dengan gagasan-gagasan Ulil, bahkan dari kalangan nahdliyin yang nota bene adalah kalangan di mana Ulil berasal. Pemahaman hakekat ini memang memerlukan ketekunan dan kesabaran filosofis yang luar biasa, karena ia tidak cukup hanya dengan mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, tetapi lebih jauh adalah mengetahui mengapa hal ini dibenarkan dan mengapa itu tidak diperbolehkan. Dan bertanya mengapa kepada agama seringkali dianggap sebagai mempertanyakan kebenaran agama (dan Tuhan). Padahal dengan mengerti akan hal itu, kita bisa menjadikan Islam sebagai jawaban terhadap persoalan-persoalan kontemporer, dan meletakkan kembali Islam pada posisinya yang terhormat sebagai pengubah dunia seperti pernah dicontohkan Nabi Muhammad Saw.

Cara pandang kedua dalam memahami Islam adalah memandang Islam secara tekstual. Pemahaman ini  berada dalam keping yang sama dengan mereka yang memahami Islam dengan pendekatan syariati. Berbeda dengan yang pertama yang lebih longgar dalam memahami teks, cara pandang kedua ini lebih ketat dalam memahami teks-teks agama dan berusaha keras mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pemurnian ajaran Islam, melaksanakan Islam secara kaffah, dan pada akhirnya menjadikan syariat Islam sebagai jawaban dari segala persoalan bangsa adalah tema-tema besar yang diusung dengan tingkat moderasi dan strategi yang berbeda-beda.  Politik dengan demikian adalah hal yang niscaya untuk mewujudkannya. Maka lahirlah ormas-ormas Islam baru yang di antaranya kemudian bermertamofosa menjadi partai politik.

Pandangan ini melahirkan pula puritanisme yang pada waktu itu sempat menggejala di kalangan kampus. Satu contoh yang cukup banyak ditemui kala itu adalah adanya keinginan untuk menegakkan pergaulan antara pria dan wanita sesuai  syariat Islam, yang kemudian berlanjut kepada ke luarnya sebagian mahasiswi-mahasiswi dari kampus, dan memilih untuk menikah muda meski tanpa sepengetahuan orang tua.

Puritanisme membuat dunia mereka terbelah antara dunia yang sesuai dengan syariat Islam dan dunia jahiliyah. Pandangan yang menafsirkan agama secara literal dan bahkan terkadang ahistoris ini pada akhirnya akan membawa kepada radikalisme dengan penumpang gelapnya adalah terorisme. Terorisme yang melanda tanah air semenjak pasca reformasi hingga sekarang ini, sesungguhnya jejaknya bisa dilihat di sini.

Benih-benih Negara Agama

Satu tema besar yang diperjuangkan kelompok ini adalah tegaknya syariat Islam dan khilafah di Indonesia. Hingga kini pun, dalam setiap peristiwa politik yang berujung pada demonstrasi hampir selalu ditemukan adanya spanduk-spanduk yang menyuarakan hal tersebut. Partai politik Islam mengemasnya dalam bahasa yang lebih halus, yakni sebagai sebuah wacana untuk menghidupkan kembali piagam Jakarta. Tetapi kita bisa melihat, bahwa ini adalah sebuah kerangka besar untuk mewujudkan adanya negara agama di Indonesia. Gejala-gejalanya mulai nampak sekarang ini dengan munculnya perda-perda agamis, seperti keharusan bisa baca Qur’an sebagai syarat pegawai negeri, hingga yang terakhir yang agak hebph tetapi konyol adalah adanya aturan tidak boleh mengangkang bagi pembonceng wanita.

Ide mendirikan negara agama sebenarnya perlu dikaji kembali. Apakah benar hal tersebut yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw, ataukah karena dorongan puritanisme. Mengingat, sampai akhir hayatnya, Muhammad tidak pernah mewajibkan umatnya untuk mendirikan negara agama. Apakah mungkin Nabi lupa – tentu saja tidak mungkin, apalagi untuk soal sepenting ini. Pidato terakhir Nabi pun tidaklah menyinggung adanya negara agama, melainkan masalah kemanusiaan dan perdamaian. Bahkan, komunitas yang dibangun Nabi lewat Piagam Madinah pun tidak disebut Beliau sebagai daulah atau negara, melainkan ummah. Kata ummah tidak terbatas pada umat Islam saja, melainkan juga umat-umat di luar Islam. Paham negara agama ini sungguh kontra produktif jika diterapkan di masyarakat majemuk seperti di Indonesia. Terbuka ancaman bagi persatuan bangsa, satu hal yang telah dibangun dengan susah payah oleh pendahulu-pendahulu kita.

Ulil Amri vs Ulil Albab

Hal lain yang menarik selain cara pandang yang berbeda terhadap teks keislaman, adalah bidang kajian yang digandrungi oleh para aktivis pada waktu itu. Menjadi relevan kiranya dengan peristiwa politik yang terjadi belakangan ini, seperti badai yang melanda Partai Demokrat  yang notabene ketua umumnya dulunya adalah mantan ketua organisasi mahasiswa keislaman terbesar di Indonesia, dan geger impor daging sapi sehingga menyeret ketua umum PKS menjadi tersangka. Relevan karena keduanya adalah contoh para aktivis pergerakan Islam yang jejaknya tengah kita selusuri ini.

Bidang kajian yang digandrungi aktivis pada waktu itu secara sederhana bisa diringkas menjadi 2 bidang, yakni keulil-albab’an dan keulil-amri’an. Ulil albab cocok dengan mahasiswa, intelektual muda yang tengah berkembang dan penuh gagasan serta idealisme. Apalagi bagi sebuah pergerakan, kehidupan mahasiswa adalah hal yang paling baik untuk memompa idealisme, sehingga nantinya bila tiba kesempatan untuk menerima tongkat estafet kepemimpinan, maka ia akan siap baik secara intelektual maupun secara ruhaniah. Hal ini telah dicontohkan dengan sangat baik oleh almarhum Nurcholish Madjid, yang semasa menjabat Ketua Umum HMI sering melontarkan gagasan-gagasan segar dan di kemudian hari beliau akhirnya diakui sebagai guru bangsa.

Akan tetapi bidang kajian yang jauh lebih diminati oleh para aktivis ternyata adalah keulil-amrian. Ini berangkat dari kaidah bahwa kamu sekalian adalah pemimpin, baik bagi dirimu atau bagi lingkunganmu. Kaderisasi karenanya banyak ditujukan untuk mencetak pemimpin, dan konsekuensi logisnya tentu adalah masuk ke ranah politik. Tentu tidak salah, tetapi dalam sebuah strategi pergerakan, patut dikhawatirkan ia akan terpeleset jika tidak mempunyai modal spiritual yang cukup dalam mengarungi godaan politk yang besar.

Saya teringat perbincangan saya – waktu itu sekitar tahun 92 – dengan salah seorang tokoh yang cukup berpengaruh di HMI Jawa Bagian Tengah. Waktu itu saya tengah gundah dengan masalah teologi. Kebetulan juga masih hangatnya geger intelektual yang dibuat oleh Cak Nur waktu itu dengan melontarkan gagasan tidak ada tuhan selain tuhan. Apa yang saya risaukan tersebut justru tidak dianggap sebagai bahan diskusi yang lezat, melainkan ditanggapi sebagai topik diskusi yang kurang punya aspek strategis dalam pemberdayaan umat. Sampai sekarang pun bahkan saya masih menyesalinya. Bagaimana mungkin, konsepsi ketuhanan yang paling suci : laa ilaa ha ilallah, yang dengannya para nabi membuat revolusi-revolusi peradaban, hanya dipahami sebatas tidak ada tuhan selain (yang namanya) Allah ? Apalah arti sebuah nama? Tidak ada yang istimewa bila persaksian tersebut hanyalah terbatas pada nama, dan bukan pada esensi.

Dan kini, 20 tahun kemudian kita bisa melihat jejak yang ditinggalkan para aktivis Islam tersebut. Kesalahan strategi pergerakan, membawa dampak yang luar biasa besar. Sekarang yang tersisa hanyalah malu. Tidak perlu melakukan tobat nasional, sebelum mempunyai rasa malu. Tabik !



* Penulis adalah alumni MIPA Undip; pernah menjadi ketua Forum Studi Filsafat Islam Tembalang di Semarang tahun 1994

Islam dan Pergerakan Dunia Islam.


Gerakan nasionalisme dan berbagai bentuk gerakan bawah tanah seperti yang ada di Palestina telah lama terbentuk. Sebagaian dari pergerakan di Palestina yang  menyatakan Islam sebagai motivasi gerak mereka telah membuat malu dan segian lagi bergerak moderat dengan Islamnya. Pergerakan nasionalis me tidak melihat Islam sebagai agama suci Ilahi tapi sebagai bagian dari pada kebangsaan dan budaya keAraban.

Kemenangan Revolusi Islam di Iran telah menghentikan kesepakatan Camp David dengan program nasionalismenya.

Pada hari hari permualaan kemenangan Revolusi Islam sebagian kelompok Palestina seperti mendapat kemenangan dan nafas baru, tapi Revolusi ini berlanjut menghancurkan penghalangnya dan mendapatkan jalan baru yaitu jalan kembalinya pada  Islam sebagai landasan dan standart pergerakannya. Dengan ini muncullah pergerakan baru yang tidak hanya terbatas di negeri Arab tapi juga semua negera Islam (muslimin) dan awal mula bentuk pergerakan ini adalah terbunuhnya pelaku Camp David yaitu Sadat dan kemudian dilanjutkan dengan pergerakan agama dalam bentuk baru, yaitu tidak dalam bentuk tehnokrat pergerakan yang memiliki dasar teori barat, tapi muncul pada bentuk riil di Palestina. Gerakan Islam di Libanon-Hizbullah- menjadi gerakan front depan melawan Israel. Maka pengikut barat surut mengikat ikatan baru dengan Israel dan barat sementara pergerakan Islam bernapak tetap kedepan di dunia Islam.

Amerika untuk menghambat pergerakan Islam di kalangan muslimin menggunakan pergerakan dengan cover Islam dengan bentuk Wahabiayah Saudiyah yang dilahirkan dari rahim politik kotor Inggris. Tumbuh membesar dengan minuman dolar minyak memulai langkahnya dengan mencoba memisahkan gerkan revolusi Iran dari gerakan gerakan Islam yang lain dengan harapapan dapat menbuat “kutup” yang lain.

Dengan propaganda Islam lepas dari aspek kemasyarakatan dan politik, tapi dalam banyak hal, ini tidak berakhir menguntungkan Amerika, dengan sejumlah masjid yang dibangun oleh uang Saudia telah menarik gelombang politik Islam dan dengan keuntungannya.

Dengan politik cloning agama Amerika, seklipun dalam jangka panjang tampak menghasilkan untung, tapi dalam jangka panjang, tapi diragukan lagi dengan persyaratan aspek politik Islam yang ada akan membawa hasil yang berlawanan. Sehingga sekalipun Saudia dengan keinginan Amerikanya melancarkan usaha memisahkan aspek politik dan masyarakat  dari agama, tapi Qur’an Kitab yang sempurna hadir siap memberikan jawaban untuk itu, terutama jawaban untuk keperluan pada aspek kehidupan bermasyarakat.

Pada sisi lain, Revolusi Islam di Iran memberi pengaruh kuat pada pergerakan Islam di Afganistan terutama terbenamnya Marksisme di Rusia. Pengaruh Revolusi Islam di Iran lebih kuat lagi berpengaruh dengan pandangan dan pidato serta undangan rombongan tokoh kenegaraan ke Rusia era Gorbachev. Islam dengan daya tariknya yang khusus telah mempengaruhi Central Asia, dengan terbenamnya Marksisme sebagai simbol kejatuhan satu idiologi membuat tekanan pada isme isme yang lain terutama isme barat sehingga mundul daya tarik pada agama secara umum terutama Islam secara khusus.

Revolusi Islam di Iran telah menghidupkan titik syaraf perasaan indentitas keagamaan muslimin dan dengan 8 tahun pertahan sucinya (perang Iraq-Iran) membuat  masalah Tasyayu’ dan Islam telah menjadi focus berita dunia.

Apa bila pada era 60 dan 70 an amerika berhasil mempenagruhi politik dalam negeri Iran, pada akhir 70an berbaliknya politik dan militer Iran sangat berpengaruh cara pengambilan keputusan dan perilaku Amerika.

Hukum murtad pada Salman Rushdi merupakan suatu titik hukum yang memberikan kehidupan pada masyarakat terhadap nilai keagamaan terutama pernyataan indentitas keagamaan di dunia Islam untuk menghadapi budaya pembunuhan bentuk kesusian dan penghancuran kehormatan para ambiya dan Rasul. Dalam budaya ini tidak harus meminta kepada hak pada Allah Maha Suci atas tindakan yang telah melampui batas ini atas hinaan pada kesucianNya. Barat yang menggunakan dasar pemikiran secularnya tidak bergeming atas hukum ini sehingga semua institusi yang didasari pemikiran itu ada dibawah tanda tanya, bermula dari semua fasilitas politik dan ekonomi yang digunakannya. Tapi muslimin dengan pertahanannya yang akhirnya dapat memobilisasi diri untuk melihat Islam tidak sebagai agama yang tertekan tapi Islam sebagai  kenyataan yang berdiri sendiri dalam masyarakat .

Perbandingan antara pra dan paska 70 dapat menggambarkan dengan jelas geo politik dan pemikiran dimana pertumbuhan keagamaan dan mazhab dalam pertentangan iman dan kufur di dunia internasional.Tampa keraguan kalau saja pergerakan dengan kecepatan ini atau tampa kecepatan sekalipun tapi tetap dengan manual ini maka wajah politik dan pemikiran dunia akan tampak berubah dengan jelas pada puluhan tahun kedepan. Hasilnya adalah dimana kekuatan agama dan kemampuan berlomba masa lalu dengan posisi dibawah penjajahan dan penindasan , yaitu kekuatan yang ada dibawah penindasan politik dan ekonomi dunia terutama adikuasa Amerika, akan tetap dipastikan dapat bertahan dan kuat untuk berlaga di semua medan sehingga menang dengan telak sekalipun harus menghadapi semua tekanan dan kesulitan.

Gerakan keagamaan- sebagai mana gerakan Islam yang diinginkan oleh barat- terbatas pada tapal batas negara negara Islam, seperti Aljazair, Turkia dll……begitu juga perkembangan Islam di barat dimana ketika adanya selimut pertikaan aspek budaya dan kemasyarakatan  materialis, tampak terdengar terikan takbir dalam demonstrasi besar ditengah tengah Amerika yang menunjukkan kemenangan agama dalam menghadapi dunia internasional.

Pejuan keagamaan dalam kubu ini lebih luas dari pada hanya sebagai perjuangan regional aatau pergolakan satu system dan ekonomi, tapi merupakan penentuan penentangan dan pertikaian untuk menentukan nasib dan penetapan dua budaya dan kemasyarakatan, juga untuk mendapatkan kekuatan keagamaan dalam keadaan ini sebagai hakikat kekuatan.

Bukan berarti, kehadiran kekuatan yang besar di dunia Islam dan lebih lagi dari itu adalah kemampuan yang terbentuknya  dari bentukan network yang telah dimulai di Iran, karena Iran telah merupakan bentukan dengan dasar keyakinan dan budaya politik tasyayu’, sementara negara negara lain masih terpisah dari keyakinan ini .

Pengalaman di Afganistan telah menunjukan dimana sebenarnya memiliki daya tarik keagamaan dan dengan kemampuan gerak masyrakat keagamaan. Fiqih politiknya tidak dapat digunakan dengan baik untuk dapat memobilisasi dan terfokusnya kekuatan dengan dasar agama, pada sisi ini adanya keterikatan dasar revolusioner keagamaan masih terikat dengan oleh dominsasi perkauman dan kesukuan.

Mesir, Aljazair dan Turki merupakan pengalaman hidup. Nilai keagamaan di Mesir yang telah memotifasi pergerakan masyarakat dan gerakan politik yang penuh pengalaman dan berkelanjutan tapi semuanya ini tidak mampu mendominasi politik negara ini.

Pengalaman Aljazair telah menunjukkan dimana barat tidak dengan mudah memberikan instrument kekuatan politiknya  pada kekuatan agamis, karena selama agama tidak menjadi motivasi dasar dari gerak politiknya maka gerakan politik hanya akan dilihat sebagai kenyataan mobilisasi kemasyarakatan.

Penggunakaan bentuk yang sama terjadi juga di Turkia maka hasil yang samapun akan didapatkan disana.

Cara melihat dan pelaksanaan politik kekuatan agamis terhadap penggunaan fasilitas politik suatu kawasan merupakan titik  yang penting untuk melihat perubahan masa depan dunia Islam . Kekuatan agamis hinga sebelum Revolusi pun, lebih kurang mengunakan kesempatan yang sama terhadap lawan politiknya untuk mempertahankan nilai kesucianan agama atau mengkontrol lawan. Tapi dalam masa itu pemerintahan keagamaan dipertahankan dengan semua konsekwensinya dalam masyarakat dan system dasarnya.

Maka kalau saja nilai pergerakan di negara negara Islam lain dilakukan dengan cara yang sama seperti ini maka pastilah pemerintahan keagamaan akan dapat terbentuk dengan idial.

SCREENING KADERISASI FORMAL PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA



KETETAPAN PLENO

PENGURUS BESAR

PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA

Nomor : 038.PB-XVIII.01.033.A-I.11.2014

Tentang :

SCREENING KADERISASI FORMAL

PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA


Bismillahirrahmanirrahim,

Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia setelah:

Menimbang
   

:
   

1.     Bahwa demi mewujudkan kelancaran estafeta kaderisasi kepemimpinan dalam setiap level kaderisasi dengan hasil yang optimal, maka dipandang perlu adanya Screening kaderisasi formal di setiap tahapan kaderisasi formal Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia.

2.     Bahwa untuk memberikan kepastian hukum, maka dipandang perlu untuk menetapkan Ketetapan Pleno Tentang Screening kaderisasi formal Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia.

Mengingat
   

:
   

1.      AD-ART PMII

2.     Hasil KONGRES XVIII PMII di Jambi tahun 2014.

Memperhatikan
   

:
   

Hasil-hasil rakernas PB PMII masa khidmat 2014-2016 tentang Screening kaderisasi formal Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia.

MEMUTUSKAN

Menetapkan
   

:
   

1.     Ketetapan Pleno Tentang Screening kaderisasi formal Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia.

2.     Ketetapan ini akan ditinjau kembali jika di kemudian hari terdapat kekeliruan.

3.     Ketetapan ini berlaku sejak tanggal di tetapkan


Wallahul Muwafieq Ilaa Aqwamith Tharieq


Ditetapkan di     : Jakarta

Pada tanggal      : 28 November 2014

Pukul                  : 01.22 WIB


PENGURUS BESAR

PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA





Aminuddin Ma’ruf                                                     A. Haris Wally          

Ketua Umum                                                               Sekretaris Jendral     

KETETAPAN PLENO

Tentang

SCREENING KADERISASI FORMAL

PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA


BAB  I

KETENTUAN UMUM

Pasal  1

1.    Ketetapan Screening Kaderisasi Formal Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ini merupakan penjabaran dari Anggaran Rumah Tangga PMII BAB VII Pasal 12 hingga Pasal 17 yang berkenaan dengan Struktur Organisasi, Susunan Pengurus, Tugas, Wewenang dan syarat-syarat Pengurus Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Ketetapan ini sebagai ketentuan hukum yang menjadi acuan tim screening dalam menetapkan peserta.

2.    Yang dimaksud dengan Screening Kaderisasi Formal Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia adalah proses seleksi peserta untuk dapat mengikuti jenjang kaderisasi di level selanjutnya

3.    Yang dimaksud dengan panitia penyelenggara kaderisasi formal dalam Ketetapan Pleno ini adalah panitia PKD (Pelatihan Kader Dasar) yang dibentuk oleh Pengurus Komisariat atau Pengurus Cabang, panitia PKL (Pelatihan Kader Lanjut) yang dibentuk oleh Pengurus Cabang atau Pengurus Koordinator Cabang dan panitia PKN (Pelatihan Kader Nasional) yang dibentuk oleh Pengurus Besar.

4.    Yang dimaksud tim screening adalah pengurus satu level diatas penyelenggara kaderisasi formal

5.    Yang dimaksud peserta adalah anggota atau kader yang mengajukan diri untuk mengikuti kaderisasi formal Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia.


BAB  II

Mekanisme Screening Kaderisasi Formal

Pasal 2

MAPABA

Mekanisme Screening MAPABA terdiri dari:

1.    Screening berkas

a.    Formulir dan CV

b.    Foto Copy KTM


2.    Wawancara

a.    Motivasi ikut PMII

b.    Pengetahuan umum

c.    Pengetahuan agama


Pasal 3

Pelatihan Kader Dasar

Mekanisme Screening PKD terdiri dari:

1.    Screening berkas

a.    Formulir dan CV

b.    Surat rekomendasi dari Rayon atau Komisariat asal

c.    Sertifikat kaderisasi formal dan non formal yang pernah diikuti

d.    Catatan pribadi tentang kondisi objektif di rayon atau komisariat asal (identifikasi masalah dan upaya mencari solusi), apa yang sudah dilakukan selama ber PMII

e.    Makalah dengan tema:

-       Kemahasiswaan

-       keislaman

-       Keindonesiaan

2.    Screening Perlengkapan

a.    Atribut PMII

b.    Peci

c.    Kemeja, baju koko

d.    Sepatu

e.    Perlengkapan Sholat

3.    Presentasi makalah/Test lisan tentang materi kaderisasi yang pernah diikuti dalam setiap level (mars PMII, Tujuan PMII, Kemahasiswaan, Keislaman dan Keindonesiaan)

4.    Wawancara: Motivasi mengikuti PKD


Pasal 4

Pelatihan Kader Lanjut

Mekanisme Screening PKL terdiri dari:

1.    Screening berkas

a.    Formulir dan CV

b.    Surat rekomendasi

-          dari komisariat asal jika PKL dilaksanakan oleh Cabang setempat

-          dari cabang asal jika PKL dilaksanakan oleh Cabang dalam satu zona atau PKC setempat

c.    Sertifikat kaderisasi formal dan non formal yang pernah diikuti

d.    Catatan pribadi tentang kondisi objektif di rayon atau komisariat asal (identifikasi masalah dan upaya mencari solusi), apa yang sudah dilakukan selama ber PMII

e.    Makalah dengan tema:

-       Strategi Pendampingan Kader

-       Strategi Pengembangan PMII di Fakultas/Kampus yang minim PMII nya

-       Strategi Penyebaran faham Ahlussunah Wal-jamaah dikampus-kampus umum

-       Strategi Menguasai Kepemimpinan Gerakan

2.    Screening Perlengkapan

a.    Jas almamater PMII

b.    Peci

c.    Kemeja, baju koko

d.    Sepatu

e.    Perlengkapan Sholat

3.    Test lisan tentang materi kaderisasi yang pernah diikuti dalam setiap level (mars PMII, Tujuan PMII, Kemahasiswaan, Keislaman dan Keindonesiaan)

4.    Presentasi makalah

5.    Wawancara: Motivasi mengikuti PKL


Pasal 5

Pelatihan Kader Nasional

Mekanisme Screening PKN terdiri dari:

1.    Screening berkas

a.    Formulir dan CV

b.    Foto copy Ijazah atau Transkrip Nilai (terlegalisir) dengan IPK Minimal 2,75 untuk Ilmu Eksak dan 3,00 untuk Ilmu Sosial

c.    Surat rekomendasi dari cabang atau PKC asal

d.    Sertifikat kaderisasi formal dan non formal yang pernah diikuti

e.    Membuat tulisan tentang kondisi objektif di cabang dan PKC asal (identifikasi masalah dan upaya mencari solusi), apa yang sudah dilakukan selama ber PMII

f.     Makalah dengan tema:

-       Strategi Pengembangan Potensi Kader

-       Strategi Merebut Kepemimpinan Nasional

-       Strategi Membumikan Islam Ahlussunah Wal-Jamaah dan Islam Rahmatan lil alamin

-       Strategi Pemberdayaan dan Advokasi Masyarakat


2.    Screening Perlengkapan

a.      Jas almamater PMII

b.      Peci

c.       Kemeja, baju koko

d.      Sepatu

e.      Perlengkapan Sholat

3.    Test lisan tentang materi kaderisasi yang pernah diikuti dalam setiap level (mars PMII, Tujuan PMII, Kemahasiswaan, Keislaman dan Keindonesiaan)

4.    Presentasi makalah

5.    Wawancara: Motivasi mengikuti PKN


BAB  III

PENUTUP

Pasal  6

1.      Hal-hal yang belum diatur di dalam ketetapan ini, akan diatur kemudian di dalam Ketetapan Pleno atau produk hukum organisasi lainnya.

2.      Ketetapan ini berlaku sejak waktu dan tanggal ditetapkan.


Wallahul Muwafieq Ilaa Aqwamith Tharieq

Ditetapkan di     : Jakarta

Pada tanggal      : 28 November 2014

Pukul                  : 01.22 WIB

          

PENGURUS BESAR

PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA




Aminuddin Ma’ruf                                                     A. Haris Wally          

Ketua Umum                                                               Sekretaris Jendral

Sumpah Pemuda, Sejumlah OKP Lahirkan Deklarasi Kembali ke Khittah 1928

Rabu, 02 November 2016 18:03 Nasional Sumpah Pemuda, Sejumlah OKP Lahirkan Deklarasi Kembali ke Khittah 1928 Jakarta, NU Online Sejumlah...