Dalam menjalani kehidupan sehari-hari seorang muslim melakukan banyak hal mulai dari keluarga dan kehidupan sosial, sampai profesi dan pekerjaan. Dalam menjalani kehidupannya tersebut seorang muslim harus melakukannya secara proporsional dan seimbang. Proporsional dan seimbang ini bukan berarti melakukannya dengan porsi yang sama antara satu bagian dengan bagian yang lain, melainkan sesuai dengan proporsi dan prioritas. Di sinilah konsep tawazun menjadi penting dan perlu diangkat kembali ke permukaan
Dalam Islam seorang muslim mempunyai kewajiban-kewajiban yang diembannya dalam seluruh aspek kehidupannya dan sesuai dengan minat dan potensi yang dimilikinya. Tidak semua muslim harus berprofesi sama (misalnya, harus menjadi guru) tetapi seorang muslim bebas menjalani profesi yang sesuai dengan kecenderungan, minat, dan potensi yang dimilikinya. Namun, sesuatu yang pasti adalah setiap muslim adalah seorang dai yang mengemban amanat untuk menyebarkan, mensyiarkan, dan memberikan teladan Islam kepada orang lain, masyarakat, dan umat manusia. Dalam hal ini seorang dai bukanlah seorang dengan pakaian Islami yang menyampaikan konsep islam di mimbar-mimbar saja, melainkan seorang dengan wawasan keislaman yang terbentuk dan terintegrasi baik dalam kata-kata maupun perbuatan yang setiap kata-kata dan perbuatannya bermanfaat bagi orang lain dan alam sekitarnya.
Dengan predikat sebagai dai itulah seorang muslim bergaul, berinteraksi, menyatu, dan memberikan pandangannya dalam berbagai aspek kehidupan manusia dengan berbagai profesi yang dia miliki. Kekuatannya adalah sejauh mana dia dapat berinteraksi dengan masyarakat, menyampaikan, dan mewarnainya dengan nilai-nilai keislaman dalam bentuk kata-kata, perbuatan, dan aksi positif tanpa terpengaruh dan terjerumus dalam gaya hidup masyarakat di mana dia berinteraksi.
Di sinilah konsep tawazun menjadi konsep yang penting yang perlu dimiliki oleh setiap muslim plus (muslim yang mengemban amanah sebagai dai). Seorang muslim perlu memperhatikan setiap aspek kehidupannya secara menyeluruh. Ini berarti baik jasmani dan rohani, keluarga, pekerjaan, masyarakat, diri sendiri, maupun orang lain perlu diperhatikan dan diperlakukan secara seimbang dan proporsional. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah seimbang antara dunia dan akhirat. Dalam surat al-qashas ayat 77 Allah berfirman untuk memperhatikan dunia dan akhirat secara seimbang.
"Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan."
Dalam menyampaikan dakwah dan syiar Islam, seorang muslim tidak perlu menunggu sampai berdiri di atas mimbar dan di hadapan orang banyak. Bahkan perbuatan, tingkah laku, dan tutur kata yang Islami dan menyentuh hati lebih mulia dan lebih mencerminkan sikap seorang muslim sejati dibandingkan kata-kata kosong di hadapan orang banyak. Oleh karena itu, ruang kerja, warung tempat berbelanja, halte tempat menunggu bis (atau stasiun), dan setiap tempat (di bumi) di mana seorang muslim berpijak merupakan mimbar-mimbar tempat menyampaikan dakwah dan syiar Islam melalui sikap, tutur kata, dan perbuatan yang Islami.
Seorang office boy yang menunjukkan sikap, tutur kata, dan perbuatan yang Islami lebih mulia dibandingkan seorang manajer yang kurang disukai bawahannya karena sikapnya yang kurang baik. (Namun, tentu saja seorang manajer yang menunjukkan sikap, tutur kata, dan perbuatan yang Islami dan tulus ikhlas tanpa pamrih jauh lebih baik).
Sikap seperti ini hanya bisa diperoleh melalui pemahaman yang baik terhadap konsep tawazun. Seorang muslim yang tawazun tidak hanya memikirkan dirinya sendiri melainkan juga menjaga sikapnya agar bermanfaat bagi orang lain. Karena berbuat baik dan bermanfaat bagi orang lain tidak mendapatkan balasan langsung di dunia tetapi di akhirat, maka sikap ini tentu lahir dari pemahaman yang mendalam atas konsep keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat.
Sikap tawazun akan menjadi landasan yang kokoh bagi seorang muslim yang profesional. Setiap muslim dituntut untuk menjadi manusia-manusia yang profesional dan menjadi teladan bagi umat manusia. Apapun profesi yang dijalaninya, seorang muslim harus selalu menjalankannya secara profesional, dan sikap tawazun adalah landasan yang amat diperlukan dalam proses ini.
Seorang muslim belum dikatakan sebagai manusia yang sukses apabila kecemerlangan dan kehebatan kariernya tidak disertai dengan keharmonisan dalam hubungan keluarga dan sosial. Seorang manajer belum dikatakan sempurna dan cakap apabila tidak memiliki kemampuan berinteraksi secara sosial yang baik. Di sinilah diperlukan sikap tawazun yang menjadi landasan sikapnya secara integral.
Dalam Islam seorang muslim mempunyai kewajiban-kewajiban yang diembannya dalam seluruh aspek kehidupannya dan sesuai dengan minat dan potensi yang dimilikinya. Tidak semua muslim harus berprofesi sama (misalnya, harus menjadi guru) tetapi seorang muslim bebas menjalani profesi yang sesuai dengan kecenderungan, minat, dan potensi yang dimilikinya. Namun, sesuatu yang pasti adalah setiap muslim adalah seorang dai yang mengemban amanat untuk menyebarkan, mensyiarkan, dan memberikan teladan Islam kepada orang lain, masyarakat, dan umat manusia. Dalam hal ini seorang dai bukanlah seorang dengan pakaian Islami yang menyampaikan konsep islam di mimbar-mimbar saja, melainkan seorang dengan wawasan keislaman yang terbentuk dan terintegrasi baik dalam kata-kata maupun perbuatan yang setiap kata-kata dan perbuatannya bermanfaat bagi orang lain dan alam sekitarnya.
Dengan predikat sebagai dai itulah seorang muslim bergaul, berinteraksi, menyatu, dan memberikan pandangannya dalam berbagai aspek kehidupan manusia dengan berbagai profesi yang dia miliki. Kekuatannya adalah sejauh mana dia dapat berinteraksi dengan masyarakat, menyampaikan, dan mewarnainya dengan nilai-nilai keislaman dalam bentuk kata-kata, perbuatan, dan aksi positif tanpa terpengaruh dan terjerumus dalam gaya hidup masyarakat di mana dia berinteraksi.
Di sinilah konsep tawazun menjadi konsep yang penting yang perlu dimiliki oleh setiap muslim plus (muslim yang mengemban amanah sebagai dai). Seorang muslim perlu memperhatikan setiap aspek kehidupannya secara menyeluruh. Ini berarti baik jasmani dan rohani, keluarga, pekerjaan, masyarakat, diri sendiri, maupun orang lain perlu diperhatikan dan diperlakukan secara seimbang dan proporsional. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah seimbang antara dunia dan akhirat. Dalam surat al-qashas ayat 77 Allah berfirman untuk memperhatikan dunia dan akhirat secara seimbang.
"Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan."
Dalam menyampaikan dakwah dan syiar Islam, seorang muslim tidak perlu menunggu sampai berdiri di atas mimbar dan di hadapan orang banyak. Bahkan perbuatan, tingkah laku, dan tutur kata yang Islami dan menyentuh hati lebih mulia dan lebih mencerminkan sikap seorang muslim sejati dibandingkan kata-kata kosong di hadapan orang banyak. Oleh karena itu, ruang kerja, warung tempat berbelanja, halte tempat menunggu bis (atau stasiun), dan setiap tempat (di bumi) di mana seorang muslim berpijak merupakan mimbar-mimbar tempat menyampaikan dakwah dan syiar Islam melalui sikap, tutur kata, dan perbuatan yang Islami.
Seorang office boy yang menunjukkan sikap, tutur kata, dan perbuatan yang Islami lebih mulia dibandingkan seorang manajer yang kurang disukai bawahannya karena sikapnya yang kurang baik. (Namun, tentu saja seorang manajer yang menunjukkan sikap, tutur kata, dan perbuatan yang Islami dan tulus ikhlas tanpa pamrih jauh lebih baik).
Sikap seperti ini hanya bisa diperoleh melalui pemahaman yang baik terhadap konsep tawazun. Seorang muslim yang tawazun tidak hanya memikirkan dirinya sendiri melainkan juga menjaga sikapnya agar bermanfaat bagi orang lain. Karena berbuat baik dan bermanfaat bagi orang lain tidak mendapatkan balasan langsung di dunia tetapi di akhirat, maka sikap ini tentu lahir dari pemahaman yang mendalam atas konsep keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat.
Sikap tawazun akan menjadi landasan yang kokoh bagi seorang muslim yang profesional. Setiap muslim dituntut untuk menjadi manusia-manusia yang profesional dan menjadi teladan bagi umat manusia. Apapun profesi yang dijalaninya, seorang muslim harus selalu menjalankannya secara profesional, dan sikap tawazun adalah landasan yang amat diperlukan dalam proses ini.
Seorang muslim belum dikatakan sebagai manusia yang sukses apabila kecemerlangan dan kehebatan kariernya tidak disertai dengan keharmonisan dalam hubungan keluarga dan sosial. Seorang manajer belum dikatakan sempurna dan cakap apabila tidak memiliki kemampuan berinteraksi secara sosial yang baik. Di sinilah diperlukan sikap tawazun yang menjadi landasan sikapnya secara integral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar